Persis dan usaha pendidikannya


MUHAMMADIYAH DAN USAHA PENDIDIKANNYA
Oleh : Wikan Yustafa
Dalam sejarah Indonesia, awal abad ke_20 dipandang sebagai masa kebangkitan Nasional. Awal abad ini ditandai dengan lahirnya berbagai organisasi social politik, pendidikan dan keagamaan, Serikat Dagang Islam (SDI, 1905), Budi Utomo (1908) Muhammadiyah (1912), Nahdhatul Ulama’ (1926). Gerakan-gerakan ini muncul seiring dengan tumbuhnya kesadaran Nasional dalam rangka memberikan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial.[1]
Muhammadiyah didirikan dan di ilhami oleh faham pembaharuan (tajdid) dan kebangkitan Islam yang dikenal dengan reformasi dan modernisasi Islam. Faham ini digerakkan oleh Sayyid Jamaludin dari kota Afganistan tahun 1856-1897, serta muridnya Syaikh Muhammad Abduh dari Mesir (1856-1905). Sebagai kelanjutan dan penyempurnaan dari gerakan pemurnian agama yang telah dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) dengan tujuan kembali berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Assunah serta mengkikis kemusyrikan, Bidah, Khurofat, dan Takhayul yang melanda umat Islam dimana-mana[2]. 


A.  SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Salah sebuah organisasi social Islam yang terpenting di Indonesia sebelum perang dunia II dan sampai saat ini adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah secara harfiah berarti “pengikut Muhammad”; yaitu Muhammad Rasulullah Saw. Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, beraqidah Islam dan bersumber pada al-Qur’an dan sunnah. Organisasi ini di dirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330, bertepatan dengan hari Senin 18 November 1912 di Yogyakarta.[3]
Sewaktu kecil ia belajar agama (mengaji) dengan mengunakan system lama di pesantren yang biasa di temui pada waktu itu. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya pada ilmu nahwu, fiqh dan tafsir  di daerahnya, ia melanjutkan belajar ke Mekkah pada tahun 1890 salah seorang gurunya yaitu syikh Ahmad Khatib. Selama di kota suci, Ahmad Dahlan menghayati cita-cita pembaharuan. Sekembalinya dari tanah suci, ia bekerja di Masjid Kesultanan. 
Organisasi ini mempunyai maksud “menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera” dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai ini organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tablig di mana dibicarakan masalah-masalah Islam, menertibkan waqaf dan mendirikan Masjid-masjid serta menerbitkan buku, brosur-brosur surat-surat kabar dan majalah-majalah.
Usaha-usaha lain untuk mencapai maksud dan tujuan itu ialah dengan[4] :
1)   Mengadakan dakwah.
2)   Memajukan pendidikan dan pengajaran.
3)   Menghidup suburkan masyarakat.
4)   Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan waqaf .
5)   Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda, supaya kelak menjadi orang Islam yang berarti.
6)   Berusaha kearah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam .
7)   Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat. (anggaran dasar Muhammadiyah Desember 1950).
Pada awalnya kegiatan organisasi Muhammadiyah ini tidak mengadakan pembagian tugas yang jelas di antara anggota pengurus. Hal ini semata-mata disebabkan oleh ruang gerak yang masih terbatas, yaitu sampai sekurang-kurangnya tahun 1917 pada daerah Kauman, Yogyakarta, saja. Setelah tahun 1917 daerah operasi organisasi Muhammadiyah diluaskan. Pada tahun itu juga Budi Utomo mengadakan kongres di Yogyakarta yang bertempat di rumah KHA. Dahlan, ketika itu KH.A. Dahlan dapat mempesona kongres itu melalui tablig yang dilakukannya sehingga pengurus Muhammadiyah menerima permintaan dari berbagai tempat di Jawa untuk mendirikan cabang-cabangnya. Sehingga pada kisaran tahun 1920, Muhammadiyah sudah bisa keluar dari Yogyakarta untuk memeperluas daerah dan membuka cabang-cabang baru diluar Yogyakarta.
Pada tahun 1925 Muhammadiyah mendirikan cabang pertamanya diluar jwa yaitu di Minangkabau, haji Rasul yang tertarik pada Muhammadiyah sehingga mengembangkannya di asal daerahnya yaitu Minangkabau.
 Tahun 1927 Muhammadiyah mendirikan cabang-cabang di Bengkulu, Banjarmasin, dan Amuntai, sedang pada tahun 1929 pengaruhnya tersebar kedaerah Aceh dan Macasar.  Sehingga banya Mubaligh Muhammadiyah di kirim ke daerah-daerah tersebut dalam rangka menyebarkan Islam serta memperluas dan mewujudkan cita-cita Muhammadiyah. 
Kegiatan lain dalam bentuk kelembagaan yang berada di bawah organisasi Muhammadiyah ialah[5] :
1)   PKU (penolong kesengsaraan umum),
2)   Aisiyah, organisasi kewanitaan Muhammadiyah,
3)   Hisbul Watan, gerakan kepanduan Muhammadiyah,
4)   Majlis Tarjih, majlis yang mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum.
      Sampai pada saat ini Muhammadiyah masih tetap konsen pada gerakannya, sehingga banyak pengikutnya. Banyak hal yang dilakukan Muhammadiyah dalam turut serta memajukan bangsa Indonesia, salah satunya melaui pendidikannya ; 

B.  USAHA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Tahun 1956, dapat di pandang sebagi titik awal bangsa Belanda mulai menanamkan pengaruhnya di Indonesia[6]. Pada awal mulanya ke keberadaan Belanda di Indonesia  tidak menaruh sedikitpun terhadap pendidikan, akan tetapi pad akhirnya belanda membuka sekolahan khusus bagi anak-anak belanda.
Js. Furnival mengemukakan pendapatnya sebagaimana yang dikutip Siregeg, bahwa pada masa pemerintahan Belanda, pendidikan di Indonesia terbagi menjadi empat sistem persekolahan[7].
Pertama”, sekolah Eropa yang menampung anak-anak Hindia Belanda. Kurikulum di sekolah identik dengan kurikulum sekolah yang sama di negeri Belanda. ”Kedua”, sekolah barat adalah sekolah yang menampung anak-anak yang berwarganegara belanda. Tujuan pendirian sekolah ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Sekolah ini mengunakan bahasa Belanda ”Ketiga”, sekolah vernakuler, kurikulum sekolah ini di susun Belanda. Tujuan sekolah ini hampir sama dengan sekolah barat, bahasa pengantar di sekolah ini adalah bahasa daerah. ”Keempat”, sekolah pribumi, yaitu persekolahan yang ada diluar kontrol pemerintah India Belanda. Sekolah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga agama termasuk dalam golongan persekolahan yang terakhir ini. 
Pendidikan yang diselenggarakan pemerintah kolonial berbeda dengan sistem pendidikan Islam tradisional, bukan saja dari metode, tetapi juga dari segi substansi dan tujuannya. Pendidikan yang dikelola oleh pemerintah kolonial menekankan pada aspek pengetahuan umum dan ketrampilan duniawi, sedangkan lembaga pendidikan Islam lebih menekankan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan agama.
Ada beberapa persoalan pokok sejarah perkembangan usaha pendidikan Muhammadiyah dalam perjalanannya, yaitu :
1)   Pendidikan Muhammadiyah lahir pertama kali dalam suasana pendidikan umat yang memprihatinkan, terutama pendangkalan nilai-nilai Islam dalam suatu proses penjajahan yang mengarah ke sekulerisme.
2)   Sebagai cikal bakal pendidikan Muhammadiyah adalah pengajian-pengajian dengan suasana kesederhanaan yang langsung di bimbing oleh Ahmad Dahlan.
3)   Untuk mewujudkan cita-cita pembaharuan dalam pndidikan ini, ahmad dahlan dalam kesungguhannya dan secara terus menerus menanamkan benih-benih pembaharuan, baik melalui sekolah dimana ia mengajar maupun melalaui ceramah-ceramahnya. Pada perkembangan berikutnya Ahmad Dahlan mendirikan sekolah sendiri.
Pesatnya perkembangan pendidikan Muhammadiyah ini, di buktikan dengan berdirinya empat sekolah dasar Muhammadiyah di Yogyakarta pada akhir tahun 1923, kemudian disusul dengan dipersiapkan berdirinya HIS dan sekolah pendidikan guru.
Sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Khozin ”jejak-jejak pendidikan Islam di Indonesia” di situ diterangkan bahwa perjalanan pendidikan awal Muhamadiyah, al-Qismul Arqa merupakan sekolah tingkat menengah Muhammadiyah yang pertama kali didirikan, yaitu pada tahun 1918, sekolah ini belum memberikan pelajaran umum. Pelajaran umum di sekolah ini di berikan setelah berturut-turut diganti namanya mulai dari al-Qismul Arqa menjadi pondok Muhammadiyah, dan terus berganti sebagai mana urutan di bawah ini ;
1)   Hoogree Muhammadiyah school,
2)   Kweek school Muhammadiyah,
3)   Madrasah Muallimin / muallimat Muhammadiyah.
Sekolah lain yang didirikan oleh Muhammadiyah adalah ;
1)   HIS met de Qur’an (Holandsch  Inlandsch school; 1926),
2)   MULO (Meer Uitgbreid Lager Onderwijs),
3)   HIK Muhammadiyah (Hollandsch Inlandsch Kweek School),
4)   Schakel School Muhammadiyah.
Disamping itu juga ada beberapa perguruan yang khususu memberikan pengetahuan agama seperti kursus muballighin ;
1)   Wustho Muallimin,
2)   Zuama’ ,
3)   Zaimat.
Perkembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah selanjutnya adalah nampak dengan pembagiannya yang lebih konkrit. Ada yang bersifat keagamaan di bawah naungan Departemen Agama, ada yang bersifat umum dibawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Sekolah Muhammadiyah yang bersifat keagamaan misalnya Play Group, MI, MTs, MA, Muallimin dan Muallimat, Diploma, Fakultas Agama. Sedangkan yang bersifat umum Play Group, TK, SD, SMP, SMA, SMK, Diploma, Akademi Keperawatan, Kebidanan, Universitas.
Misalkan saja di Kabupaten Ponorogo, sifat pendidikan umum : Play Gruop Aisyah, TK Aisyah, SD Terpadu Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah I Ponorogo, SMA Muhammadiyah Ponorogo, SMK Muhammadiyah, Universitas Muhamadiyah Ponorogo.   
Dengan demikian seiring kemajuan zaman Muhammadiyah sangat merespon terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat dalam hal pendidikan. Banyak yang dilakukan Muhammadiyah dalam dalam mengembangkan pendidikan. Apalagi pada saat ini yang memegang organisasi sosial Islam Muhammadiyah adalah Prof. DR. Din Syamsudin, orang yang kompeten dalam pendidikan dan sebagai dosen terbang di Uneversitas Muhammadiyah di Indonesia ini. Maka sangat jelas sekali kalau Muhammadiyah sangat maju dalam pendidikannya dan banyak pengalaman yang mereka alami sepanjang sejarahnya.      
C.  TUJUAN PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Tujuan adalah dunia cita, atau suasana ideal yang hendak di capai terwujudkan. Dalam pendidikan, suasana ideal tersebut biasanya tampak pada tujuan akhir pendidikan (ultimate aim of education[8]). Tujuan akhir pendidikan biasa dirumuskan secara singkat, namun mengandung makna yang padat, seperti terbentuknya pribadi yang sempurna atau terbentuknya”pribadi Muslim”. Sebagaimana halnya tujuan akhir pendidikan Muhammadiyah sejak organisasi ini didirikan yaitu membentuk alim intelek., yaitu muslim yang mempunyai keseimbangan atau perpaduan antara iman dan ilmu, ilmu umum dan ilmu agama, ekuatan jasmani dan rohani.
Sedangkan tujuan pendidikan Muhammdiyah yang sampai saat ini menjadi rujukan, sebagaimana tertuang dalam Qoidah pendidikan dasar dan menegah Muhammadiyah Bab I pasal 3, yaitu : membentuk manusia muslim yang beriman dan bertaqwa, berakhlaq mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, berdisiplin, bertanggung jawab, cinta tanah air, memajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT. Sedangkan pada perguruan tinggi Muhammadiyah tujuan yang ingin dicapai sebagaimana tertuang dalam bab II pasal 3; (1) menyiapkan peserta didik menjadi sarjana Muslim yang beriman dan bertaqwa, berakhlaq mulia, yang memiliki kemampuan akademi dan atau yang profesional, dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT; (2) mengamalkan, mengembangkan, menciptakan, menyebarkan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan kesenian dalam rangka memajukan Islam dan meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
    


D.  METODE PENGAJARAN MUHAMMADIYAH
Mengajar adalah menciptakan system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.[9] Gagasan pembaharuan tekhnik pengajaran Ahmad Dahlan yang dimaksud adalah; bahwa dalam setiap pertemuan, Ahmad Dahlan seringkali membicarakan segi-segi positif pola pendidikan pemerintahan kolonial belanda kepada teman-temannya, bila dibandingkan dengan pola pendidikan Islam tradisional. Dalam pembicaraan tersebut, ia juga menawarkan ide-ide pembaharuaanya tentang tekhnik pengajaran, yang harus diterapkan dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional tersebut, karena system pendidikan kolonial pada waktu itu dianggap sebagai system pendidikan yang paling modern, seperti pola klasikal yang lebih efisien dan efektif, murid-murid juga mendapatkan fasilitas ruang belajar, meja kursi, metode dan materi pelajaran yang tersusun secara sistematis. Pada kesempatan yang lainnya, murid-murid juga mendapatkan pelajaran tambahan yang sekarang dikenal dengan co-kurikuler dan ekstra kurikuler.
Pada saat ini saya berfikir bahwa metode pengajaran dalam pendidikan seperti Muhammadiyah memiliki persamaan dengan pendidikan umum yang lainnya. Ini berdasar pada kurikulum yang digunakan, bahwa sekolah-sekolah ke-Islaman secara umum ikut pada kurikulum nasional, maka jelas sekali metode yang digunakan mempunyai kesamaan, baik di Muhammadiyah sendiri atau di Nu.      




[1] Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Rekontruksi Sejarah Untuk Aksi  (Malang : UMM Press, 2006) 165.
[2] Rochidin Wahab, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, tt., 22.
[3] Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Rekontruksi Sejarah Untuk Aksi, 167
[4] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet VII, 2006), 172. 
[5] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, 175-176.
[6] Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Rekontruksi Sejarah Untuk Aksi, 172.  
[7] Ibid.
[8] Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Rekontruksi Sejarah Untuk Aksi, 178.
[9] Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Rekontruksi Sejarah Untuk Aksi, 182. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia dalam pandangan kejawen

Proposal isra' mi'raj

Urgensi Kontruksi ilmu kalam dalam studi