PTK


Penelitian Tindakan Kelas
Oleh : Wikan Yustafa
A.  Kajian Teori
1.    Penelitian Tindakan Kelas
Ada banyak persoalan yang dihadapi guru pada waktu ia berdiri didepan kelas . berbagai solusi atau cara penyelesaian masalah juga sudah banyak dibahas dalam berbagai telaah penelitian akademik, baik dalam laporan penelitian berbentuk artikel atau pada jenjang skripsi, dan tesis. Akan tetapi, guru tidak dapat memahaminya, apalagi mengaplikasikannya dalam pembelajaran sehari-hari, terutama karena berbagai kendala.
Maka untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru dapat mengunakan penelitian tindakan kelas. Pengertian penelitian tindakan kelas, untuk mengidentifikasi penelitian kelas, adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan (Hopkins, 1993:44)[1]. 
Penelitian Tindakan Kelas pertamakali diperkenalkan oleh ahli psikologi social Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. inti dari gagasan Kurt Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan ahli-ahli lain seperti Sthepen Kemmis, Robin MC. Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan sebagainya. Di Indonesi sendiri PTK baru dikenalkan pada akhir decade 80-an.
Kemmis (1983) menjelaskan bahwa penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi social tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari : a) kegiatan praktek social atau praktek pendidikan mereka, b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini[2].  
Rapoport (1970, dalam Hopkins, 1993) mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu social dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati bersama[3].   
Secara ringkas penelitian tindakan kelas menurut Rochiati Wiriaatmadja adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu agasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu[4].
Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik sebagaimana berikut :
1)   Masalah berawal dari guru
2)   Tujuan memperbaiki pembelajaran.
3)   Metode utama adalah dari refleksi dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian.
4)   Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran.
5)   Guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti[5].   
Penelitian tindakan kelas digambar dalam suatu proses yang dinamis meliputi aspek perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang merupakan langkah berurutan dalam salah satu siklus berikutnya. Akar pelaksanaan tindakan penelitian kelas digambarkan dalam bentuk spiral tindakan yang digambarkan oleh Kemmis dan Taggart (dalam Kasbolah, 1999): (Gambar 1)


 















Alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Taggart (Kasbolah, 1999)
Beberapa hal penting yang berhubungan dengan Penelitian tindakan kelas.
a.    PTK penting bagi guru dengan alasan sebagai berikut :
a)    PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran dikelasnya.
b)   PTK dapat meningkatkan kinerja guru.
c)    Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui sautu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya[6]. 
b.    Model-model PTK
          Ada 5 model PTK yang dapat diterapkan dalam penelitian tindakan kelas diantaranya adalah :
a)    Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis.
b)   Revisi model Lewin menurut Elliott.
c)    Model spiral dari Kemmis dan Kagart (1988).
d)   Model Ebbutt (hopkins, 1993: 52).
e)    Model Mc Kernan (dengan modifikasi dari hopkins, 1993:53)[7].
c.    Obyek PTK
a)      Unsur siswa, dapat dicermati obyeknya ketika siswa asyik mengikuti proses pembelajaran di kelas / lab/ lapangan/ basket, ketika sedang mengikuti kerja bakti diluar sekolah.
b)      Unsur guru, dapat dicermati ketika guru sedang membimbing siswa-siswi yang sedang berdarma wisata, atau ketika guru sedang mengadakan kunjungan kerumah.
c)      Unsur materi pelajaran, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar atau sebagai bahan yang ditugaskan kepada siswa.
d)     Unsur peralatan/ sarana pendidikan, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar. Dengan tujuan meningkatkan mutu hasil belajar, yang dapat diamati guru, siswa atau keduanya.
e)      Unsur hasil belajar, yang ditinjau dari tiga yang dijadikan titik tuju yang harus dicapai melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapain.
f)       Unsur lingkungan, baik lingkungan siswa maupun kelas, sekolah amupun melingkupi siswa dirumahnya.
g)      Unsur pengelolaan, yang jelas-jelas merupakan gerak kegiatan sehingga mudah diatur dalam kenyataan dalam bentuk tindakan[8].  

2.    Metode pembelajaran diskusi
Metode diskusi atau muayawarah adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Dalam metode ini menampilkan kegiatan menanyakan, memberi komentar, saran serta jawaban dalam kelompok atau kelas[9]. Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja[10]. Metode diskusi ialah mempelajari sesuatu bahan atau menyampaikan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan perubahan tingkah laku dan pengertian dari murid-murid. Ditinjau dari segi pelaksanaanya metode diskusi dapat dibedakan antara diskusi kelas dan diskusi kelompok. Pada diskusi kelas, gurulah yang memimpinnya. Dengan melontarkan bahan pokok bahasan kepada semua murid. Pada diskusi kelompok, pimpinan diserahkan kepada murid-murid yang dianggap mampu untuk tugas itu. Pokok bahasan didiskusikan dalam kelompok masing-masing yang pada tahap terakhir didiskusikan pada tingkat diskusi kelas. Dalam diskusi, tugas guru atau murid yang memimpin diskusi adalah sebagai pengatur lalulintas, artinya semua saran, pendapat argumentasi yang dilontarkan peserta diskusi haruslah melalui pimpinan diskusi karena itu pemimpin diskusi dapat diibaratkan sebagai dinding penangkis yang menerima dan melontarkan kembali pertanyaan-pertanyaan dari dan ketengah diskusi.
Seperti halnya metode-metode terdahulu metode diskusi ini mempunyai pula kebaikan dan kelemahan antara lain :
a.    Merangsang murid-murid mengemukakan pendapat secara teratur serta memupuk kerjasama didalam memecahkan suatu masalah.
b.    Kesimpulan dan  hasil terakhir yang dicapai lebih, relevan merupakan hasil pemikiran bersama (konsesus).
c.    Merangsang murid-murid mengahargai pendapat orang lain yang dianggap lebih mendekati kebenaran.
d.   Suasana kelas lebih hidup karena semua murid diharapkan ikut mengambil bagian dalam diskusi.
Adapun segi kekurangannya pada metode diskusi ini tampak pada :
a.       Memerlukan banyak waktu.
b.      Hasil yang akan dicapai sulit diduga dan dirumuskan secara tepat.
c.       Kemungkinan anak yang mengikuti proses jalannya diskusi, kesempatan baginya untuk melepaskan diri dari tanggung jawab[11].
Pertanyaan yang digunakan untuk merangsang diskusi kelas dapat direncanakan atau ditetapkan secara spontan saat proses pembelajaran berlangsung. Tujuan diskusi kelas adalah untuk pendalaman, pengembangan konsep atau pengetahuan, sekaligus melatih keberanian partisipan mengemukakan pendapat.
Masalah dalam diskusi salah satu masalah yang serius dihadapi instruktur adalah ketidak merataan partisipasi. Didalam kelas biasanya ada partisipan yang sangat aktif merespon pertanyaan instruktur. Sebaliknya, ada yang diam tak pernah berpartisispasi. Tingkat partisipasi memang belum tentu berhubungan secara linier dengan tingkat pengembangan pengetahuan baru sebab ada partisipan yang sangat aktif berbicara, tetapi kurang banyak belajar dari seluruh proses pembicaraan, sebaliknya ada partisipan yang hanya mendengarkan dan mencatat, tetapi ia lebih banyak belajar dari pendapat-pendapat yang berkembang dalam diskusi.
Terkait dengan gaya belajar; berasumsi bahwa variasi tingkah laku belajar itu terkait dengan gaya belajar partisipan, maka instruktur harus menerima keadaan. Namun ia juga harus mengevaluasi apakah yang diam itu belajar, dengan cara sekali-kali mengajukan pertanyaan evaliatif kepada partisipan pendiam antara lain berupa pertanyaan : kalau menurut pendapat anda, bagaimana? Atau : apa anda setuju dengan pendapat itu ? kalau setuju atau tidak setuju, mengapa ?
Kalau jawaban-jawaban benar, dapat ditafsirkan mereka itu sesungguhnya mengikuti seluruh proses pembelajaran yang sedang berlangsung dikelas. Manfaat pertanyaan evaluatif :  pertanyaan evaluatif untuk partisipan pendiam diperkirakan memberikan dampak positif yaitu dalam kenyataan mereka lalu menjadi aktif berpartisipasi berkat rangsangan pertanyaan dari instruktur.akan tetapi dilihat dari segi yang lain, jawaban benar terhadap pertanyaan evaluatif mungkin dapat merangsang para pendiam itu untuk turut berpartisipasi secara aktif menjawab pertanyaan, yang bukan pertanyaay rangsangan dari instruktur.[12]       
Begitu juga dijelaskan dalam artikelnya Suparlan bahwa Metode diskusi mendorong siswa untuk berdialog dan bertukar pendapat, dengan tujuan agar siswa dapat terdorong untuk berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu keras, namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama. Diskusi dapat dilaksanakan dalam dua bentuk. Pertama, diskusi kelompok kecil (small group discussion) dengan kegiatan kelompok kecil. Kedua, diskusi kelas, yang melibatkan semua siswa di dalam kelas, baik dipimpin langsung oleh gurunya atau dilaksanakan oleh seorang atau beberapa pemimpin diskusi yang dipilih langsung oleh siswa[13].
Diskusi memiliki arti yang penting dalam mengembangkan pemahaman. Hal ini disebabkan diskusi membawa siswa menggunakan konsep mereka pelajari serta mengubahnya menjadi bentuk ekspresi yang cukup menyenangkan bagi siswa. Kegiatan diskusi yang menyenangkan dapat terpenuhi dengan (a) Pengelompokan arti istilah dan pernyataan, (b) Mengadakan pemahaman bersama dalam suatu kelompok, (c) Berbagi pengetahuan dan pengalaman, (d) Membantu siswa memahami informasi baru, (e) Mengidentifikasi berbagai opini dan pandangan, dan (f) Bekerja sama dalam pemecahan masalah.[14]
Begitu Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.
Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
a. Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa.
b. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya.
c. Mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai.
d. Membantu siswa belajar berpikir secara kritis.
e. Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman.
f. Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran sekolah.
g. Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.

Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:
1.    Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan.
2.    Guru menjelaskan tujuan diskusi.
3.    Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan.
4.    Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak berbicara mengeluarkan pendapat.
5.    Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan.
6.    Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
7.    Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem.
8.    Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah.
9.    Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa.
10.  Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan.

Kegiatan siswa dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:
a.    Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas.
b.    Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan.
c.    Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau sekelompok.
d.   Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan.
e.    Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain.
f.       Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat.
g.    Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan.
h.    Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat.
i.        Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi.
j.        Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang

Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut:
a.    Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.
b.    Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data.
c.    Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama.
d.   Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.
e.    Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya.
f.       Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil.
g.    Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali.
h.    Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.
i.        Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis.
j.        Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas.

Kelemahan metode diskusi sebagai berikut:
a.    Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan.
b.    Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.
c.    Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.
d.   Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat.
e.    Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara.
f.       Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.

3.    Pendidikan Agama Islam di SMA
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam penyaiapan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati serta mengimani, bertaqwa dan berakhlaq milia dalam mengamalkan ajaran agama Islam yang sumber utamanya dari al Qur’an dan hadis melalui kegiatan bimbingan/ pengajaran, latihan, serta pengunaan pengalaman di barengi tuntutan untuk menghormati pemeluk agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan ummat beragama dalam hidup bermasyarakat hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.
Fungsi Pendidikan Agama Islam di sekolah umum adalah untuk ; 1). Pengembangan, 2). Penanaman nilai, 3). Penyesuaian mental, 4). Perbaikan, 5). Pencegahan, 6). Pengajaran, 7). Penyaluran[15]. 
Kurikulum PAI di SMA mencakup lima unsur pokok pelajaran sebagaimana di SMP yaitu al Qur’an, keimanan, akhlaq, fiqh, dan tarikh. Kelima unsur ini tercakup dalam satu mata pelajaran  PAI di SMA, yang mencakup standar kompetensi, dan kompetensi dasar[16].   
Maka tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaanya, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat melanjutkan peda jenjang pendidikan yang lebih tinggi[17].



4.    Thinking Skill
Kecakapan berpikir (thinking skill) pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/rasio kita secara optimal. Kecakapan berpikir mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi ( information searching ),kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas(information processing and decision making skills ), serta kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif ( creative problem solving skill ).
Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan kecakapan dasar, yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. Oleh karena itu, anak belajar membaca bukan sekedar “membunyikan huruf dan kalimat”, tetapi mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut.
Siswa yang berlajar berhitung, hendaknya bukan sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi mengartikan apa informasi yang diperoleh dari kalkulasi itu. Oleh karena itu kontekstualisasi Matematika atau mata pelajaran lainnya menjadi sangat penting, agar siswa mengerti makna dari apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sebagai suatu informasi.
Kecakapan melakukan observasi sangat penting dalam upaya menggali informasi. Observasi dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena alam lingkungan, melalui berbagai kejadian sehari-hari, peristiwa yang teramati langsung maupun dari berbagai media cetak dan elektronik, termasuk internet. Seringkali kita melihat banyak hal, tetapi apa yang kita lihat tidak menjadi informasi yang bermakna, karena kita sekedar melihat dan tidak memaknai apa yang kita lihat. Melihat dengan cermat dan memaknai apa yang dilihat itulah yang disebut observasi. Kata-kata bijak: “siapa yang menguasai informasi akan memenangkan suatu kompetisi” perlu dikembangkan dalam pendidikan.
Agar informasi yang terkumpul lebih bermakna harus diolah. Hasil olahan itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, kecakapan berpikir tahap berikutnya adalah kecakapan mengolah informasi. Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi simpulan. Sebagai contoh, jika kita memiliki banyak informasi tentang harga buku yang sedang kita cari, kita harus mengolahnya menjadi simpulan buku di toko mana yang paling murah, yang mutunya paling baik, yang mudah dicapai dari tempat tinggal, dan sebagainya.
Untuk dapat mengolah suatu informasi diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi, sampai membuat analisis sesuai dengan informasi yang diolah maupun tingkatan simpulan yang diharapkan. Oleh karena itu kemampuan-kemampuan tersebut penting untuk dikembangkan melalui mata pelajaran yang sesuai. Melalui mata pelajaran Biologi, siswa dapat mengolah informasi tentang buah-buahan, sehingga siswa dapat menyimpulkan buah apa yang kandungan vitaminnya banyak, harganya relatif murah dan mudah didapat. Dengan prinsip serupa, mata pelajaran lainnya juga dapat mengembangkan kecakapan mengolah informasi.
Jika informasi telah diolah menjadi suatu simpulan, maka tahap berikutnya orang harus mengambil keputusan berdasarkan simpulan-simpulan tersebut. Fakta menunjukkan seringkali orang takut mengambil keputusan karena takut menghadapi risiko yang muncul, pada hal informasi untuk dasar pengambilan keputusan telah tersedia.
Dalam kehidupan sehari-hari, betapapun kecilnya, kita selalu dituntut untuk mengambil keputusan. Misalnya siswa harus mengambil keputusan untuk membeli buku atau memfotocopi buku teman. Ibu rumah tangga harus mengambil keputusan memasak apa untuk hari minggu. Ketika seseorang menjadi pimpinan, baik organisasi formal maupun tidak formal, maka salah satu tugas pokoknya adalah membuat keputusan. Oleh karena itu, siswa perlu belajar mengambil keputusan dan belajar mengelola risiko, melalui simpulan-simpulan analisis informasi.
Sebagaimana disebutkan di bagian pendahuluan, setiap saat orang menghadapi masalah yang harus dipecahkan . Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan telah diolah dan dipadukan dengan hal-hal lain yang terkait. Pemecahan masalah memerlukan kreativitas dan kearifan. Kreativitas untuk menemukan pemecahkan yang efektif dan efisien, sedangkan kearifan diperlukan karena pemecahkan harus selalu memperhatikan kepentingan berbagai pihak dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu sejak dini, siswa perlu belajar memecahkan masalah, sesuai dengan tingkat berpikirnya.
Untuk memecahkan masalah memang dituntut kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir sistem, berpikir lateral dan sebagainya. Oleh karena itu, pola berpikir tersebut perlu dikembangkan di sekolah dan kemudian diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah. Model pembelajaran pemecahan masalah (problem based instruction) dapat diterapkan untuk maksud tersebut.

B.  Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Penulis berusaha untuk mencari hasil kajian penelitian tindakan kelas yang berkaitan atau sama persoalannya dengan penulis teliti, akan tetapi hasilnya belum ditemukan, karena keterbatasan penulis dalam melakukan pencarian. 


[1] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005) hal., 12.
[2] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 12
[3] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….. hal 12.
[4] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 13.
[5] Rustam Mundikarto. Penelitian Tindakan Kelas (Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruaan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2004)
[6] Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas (Bandung : Yrama Widya, 2006) hal., 127-128.  
[7] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 61-71.
[8] Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, hal., 27-29.
[9] Drs. Mahfudh Shalahuddin dkk., Metodologi Pendidikan Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu. 1987) hal., 51.
[10] Dra. Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, salah satu unsur pelaksanaan strategi belajar mengajar : teknik penyajian (Jakarta : Renika Cipta, 2003). 5.
[11] Drs. Zainuddin Dja’far, Dikdaktik Motodik. (Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah. Cet 2. 1995).hal 29-31
[12] Prof. Dr. Haris Mujiman, MA, Ph.D.,Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar. Cet ke 2. 2007) 86-87.
[13]http://www.suparlan.com/v5/pages/posts/diskusi-metode-mengajar-untuk-mengasah-otak-bukan-otot-dan-untuk-mengembangkan-sikap-saling-menghormati-bukan-menang-sendiri98.php?p=15
[14] http://pakguruonline/pendidikan.net

[15] Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi : Konsep dan Implikas Kurikulum 2004 ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) 134-135.
[16] Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…..154-157.
[17] Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam….. 135. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia dalam pandangan kejawen

Proposal isra' mi'raj

Urgensi Kontruksi ilmu kalam dalam studi