Menjaga Lisan
Menjaga
lisan itu indah
Oleh
Kang Wikan
Kita ketahui
bersama, salah satu karunia Allah SWT yang besar adalah lisan, denganya kita
bisa berbicara apapun, suka-suka kita, semau kita. Kita juga harus tahu manfaat
dan akibat dari apa yang kita ucapkan. Allah SWT sudah berfirman dalam Qs. Al-Hujarat: 12, yang artinya sebagaimana berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari pra-sangka itu dosa.
dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu
sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Sudah jelaslah,
bahwa kita sebagai umat muslim harus mampu menjaga lisan kita ini, karena
dengan menjaga lisan ini akan mengantarkan kita semua bahagia dan sukses dunia
akhirat. Beberapa penyakit lisan yang sangat berbahaya diantaranya :
Pertama,
Pembicaraan yang tidak Bermanfaat. Secara
singkat mungkin bisa kita katakan bahwa batasan baik atau buruknya perkataan
seorang adalah ucapan dan diamnya, tidak mengakibatkan celaka bagi orang lain
dan tidak mengakibatkan rugi terhadap dirinya sendiri. Banyak diantara kita
semuanya berbicara yang terkadang dan bahkan sering tidak terkontrol, karena
sudah biasa dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu kita perlu meninggalkan
ucapan yang tidak bermanfaat. Dalam hal ini sebagamana arti hadis berikut “Salah
satu tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan yang tidak
bermanfaat baginya” (H.R. At-Tarmizi).
Kedua, bergurau atau bercanda yang
berlebihan. Melihat kebiasaan pada anak-anak bahkan sampai pada
orang dewasa masih bayak kita jumpai bergurau dan bercanda yang berlebihan. Adakalanya
sampai aib orang lain atau sesama terbongkar. Sehingga ada sebagian yang
berakibat buruk pada gurauan atau bercandanya, misalnya putusnya hubungan silaturrahmi atau bahkan bertengkar.
Pada hal ini Islam sudah menegaskan bahwa bercanda boleh selama dalam batasan
yang wajar, dan tidak diperbolehkan jika itu sudah melibihi tingkat kewajaran.
Sebagaimana dijelaskan dalam Hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi sebagai
berikut : “Jangan kamu mendebat saudaramu dan
jangan kamu mencandainya” (H.R. At-Tarmizi).
Ketiga, mengejek atau mencemooh atau
mengolok-olok orang lain. Sikap ini muncul karena hanya
begurau saja atau bahkan memang tidak suka dengan orang tersebut. Hal ini akan
berdampak buruk pada orang yang melakukan dan juga orang lain yang diejek, di
cemooh dan yang di olok-olok. Dijelaskan dalam Qs. al-Hujurat: 11, yang artinya sebagai berikut “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”.
Ada beberapa yang perlu kami jelaskan yaitu tentang
kalimat “jangan mencela dirimu sendiri” maksudnya ialah mencela antara sesama
mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh. “Panggilan yang buruk”
ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan
kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir
dan sebagainya.
Keempat, perdebatan dan pertengkaran. Memiliki
arti “berbantah; bercekcok: mereka menyesal telah ~ akibat
salah paham”.
Jadi ada dua orang atau lebih yang
saling berbantah atau bercekcok kemudian ia menyesali hal tersebut dikarenakan
salah paham. Perdebatan dan pertengkaran bisa kita lihat dan dengarkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bahkan dimasyarakat kita persoalan yang kecil bisa
menjadi besar karena perdebatan dan pertengkaran ini. Marilah kiat semua menjahui perkara ini, karena yang jelas
merupakan perbuatan setan.
Kelima, ghibah.
Secara singkat, ghibah (gosip) bisa diartikan dengan menyebut atau menceritakan hal yang tidak
baik dari pribadi seseorang. Sehingga, jika yang diceritakan mengetahuinya akan
menimbulkan permusuhan diantara keduanya. Biasanya, sesorang yang suka
mengghibah tidak akan senang jika melihat orang lain bahagia, senang, gembira
dan sukses.
Keenam, namimah. Yang memiliki arti adu domba, adu domba tidak saja
dari perkataan, namun bisa juga dengan isyarat atau surat dan lain sebagainya.
Sebgaimana sabda Nabi Muhammad Saw.”Tidakkah kamu ingin aku beritahukan
orang yang paling jahat diantara kamu? Kata sahabat: “tentu wahai Rasulullah”
kemudian nabi menyebutkan adu domba salah satunya.” (HR. Ahmad dari Abu Malik
al-Asy’ari).
Adu domba identik dengan kebencian dan permusuhan. Sebagian dari
kita yang mengetahui bahaya namimah mungkin akan mengatakan, “Ah, saya tidak
mungkin berbuat demikian…” Tapi jika kita tak benar-benar menjaganya ia bisa mudah
tergelincir. Apalagi ketika rasa benci dan hasad
(dengki) telah memenuhi hati. Atau meski bisa menjaga lisan dari namimah, akan
tetapi tidak kita sadari bahwa terkadang kita terpengaruh oleh namimah yang
dilakukan oleh orang lain. Oleh karena itu kita benar-benar harus menjaga lisan
kita dari namimah.
Namimah adalah akhlaq tercela yang
dibenci Allah SWT karena dapat menimbulkan permusuhan, sedangkan Islam
memerintahkan agar kaum muslimin bersaudara dan bersatu bagaikan bangunan yang
kokoh.
Ketujuh, fitnah. Dalam bahasa sehari-hari kata ‘fitnah’ diartikan sebagai
penisbatan atau tuduhan suatu perbuatan kepada orang lain, dimana sebenarnya
orang yang dituduh tersebut tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan. Maka
perilaku tersebut disebut memfitnah. Di dalam Al Qur’an
surat Al Baqoroh (2) ayat 191 tercantum kalimat “Wal fitnatu asyaddu minal
qotli….” yang artinya “Dan fitnah itu
lebih (dosanya) daripada pembunuhan..”. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa Imam
Abul ‘Aliyah, Mujahid, Said bin Jubair, Ikrimah, Al Hasan, Qotadah, Ad Dhohak,
dan Rabi’ ibn Anas mengartikan “Fitnah” ini dengan makna “Syirik”. Jadi Syirik
itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan. Dalam kamus bahasa
Indonesia fitnah merupakan komunikasi kepada satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain
berdasarkan atas fakta palsu yang dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau
reputasi seseorang.
Penyebar fitnah diberi gelar oleh Rasulullah dengan
seburuk-buruk manusia. Beliau bersabda: “Inginkah kalian aku beritahukan
manusia terburuk diantara kalian?” Para sahabat menjawab, Ya. Beliau bersebda,
yaitu orang-orang yang ke sana ke mari menyebar fitnah, yang memecah belah di
antara orang yang saling mencintai dan meniupkan aib kepada orang-orang yang
tidak berdosa/bersalah.” (HR. Ahmad).
Demikian urain singkat tentang penyakit lisan yang dapat penulis
sampaikan dan sebanarnya masih banyak lagi penyakit lisan yang lainnya. Dari
hal tersebut marilah kita menghindari serta maenjahui dan meninggalkannya
supaya kita semuanya menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat,
sesungguhnya menjaga lisan itu sangat indah.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
kalian saling mendengki, saling membenci, saling bermusuhan, dan janganlah kamu
menjual barang serupa yang sedang ditawarkan saudaramu kepada orang lain, dan
jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Semoga Allah Ta’ala selalu melindungi kita dari kejahatan lisan
kita dan tidak memasukkan kita ke dalam golongan manusia yang merugi di dunia
dan akhirat dikarenakan lisan yang tidak terjaga, “Allahumma inni
a’uudzubika min syarri sam’ii wa min syarri bashori wa min syarri lisaanii wa
min syarri qalbi.” (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kejahatan
pendengaranku, penglihatanku, lisanku, dan hatiku).
Komentar
Posting Komentar