Upaya Peningkatkan Thinking Skill Peserta Didik Kelas VII Beta Dalam Pembelajaran PAI Melalui Diskusi SMP Terpadu  Ponorogo

Wikan Yustafa

ABSTRAK
Persoalan pendidikan memang terus mengalami perkembangan dari hari kehari, karena semua itu adalah perubahan peserta didik, guru, metode, kurikulum, dan lingkungan. Prof. Dr. Nurcholis Majid yang mengatakan bahwa: “Kegagalan pendidikan Agama disebabkan pembelajaran PAI lebih menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat formal dan hafalan, bukan pada pemaknaannya”. Pada persoalan itulah maka peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo kurang bisa memahami pada materi agama Islam ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Dengan mengunakan metode diskusi berupaya untuk memberikan kemampuan thinking skill yang mendalam terhadap materi PAI. Peneliti melakukan observasi dan penjajakan awal selama proses berlangsungnya pembelajaran, dan ternyata pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo sangat meningkat dengan mengunakan metode diskusi. Semua itu karena anak-anak sudah memiliki semangat baru untuk belajar bersama.

Kata Kunci : thinking skill, diskusi


PENDAHULUAN
Persoalan pendidikan memang terus mengalami perkembangan dari hari kehari, karena semua itu adalah perubahan peserta didik, guru, metode, kurikulum, dan lingkungan. Persoalan peserta didik inilah yang menjadi tanggung jawab seorang manajer kelas “guru” dan guru inilah yang seharusnya memberikan konstribusi kurang lebihnya adalah memberikan perubahan pada sikap dan berfikir peserta didik.
Begitu juga problem pendidikan Islam juga pernah ditanggapi oleh dua tokoh pendidikan Islam yaitu Prof. Dr. Nurcholis Majid yang mengatakan bahwa: “Kegagalan pendidikan Agama disebabkan pembelajaran PAI lebih menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat formal dan hafalan, bukan pada pemaknaannya”. Dan juga disampaikan oleh Prof Dr. Said Agil Husin al Munawar bahwa: “Kita memang sadar betul sampai saat ini masih menghadapi problem metodologi dalam pembelajaran agama”.    
Dari persoalan diatas  maka yang perlu diperhatikan adalah persoalan peserta didik yang muncul dari berbagai segi ataupun kompleks sekali, diantaranya yang dipaparkan oleh Slameto[1] adalah : 1. Factor intern, meliputi; factor jasmani, factor psikologis dan factor kelelahan. 2. Factor ekstern, meliputi; faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat.
Dari hal-hal yang telah penulis sebutkan mengenai persoalan peserta didik ”faktor-faktor yang menghambat” proses pembelajaran secara umum. Maka persoalan yang ada di kelas VII SMP Terpadu Ponorogo yang  terletak di  JL. H. Juanda No. 61 B Kab. Ponorogo itu adalah tidak jauh dari teori diatas, yang penulis maksud yaitu peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo mengalami kesulitan pemahaman pada materi pendidikan agama Islam. Berdasarkan pada konteks itu ada beberapa problem yang dialami peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Sebenarnya dilihat dari gurunya sudah berusaha untuk memberikan pemahaman peserta didik yang sangat kuat sekali, akan tetapi faktor peserta didik inilah yang menyebabkan ketidak fahaman peserta didik dalam menerima penjelasan dari guru agama Islam.
Memang kondisi peserta didik itu sendiri berlatar belakang dari daerah kota Ponorogo, Babadan, Pulung, Ngrayun, Sukorejo, Badegan dan Jetis. Banyak anak-anak muda didaerah tersebut yang kesukaannya sepeda motoran, main game online, serta begadang sampai larut malam. Kebiasaan inilah yang menyebabkan sebagian mereka itu suka dengan sikap guyonan dalam kelas, ramai sendiri dan berbuat ulah sesuatu untuk mencari perhatian teman, menjahili anak putri.
Pada persoalan itulah maka peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo kurang bisa memahami pada materi agama Islam ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Dengan mengunakan metode diskusi berupaya untuk memberikan kemampuan thinking skill yang mendalam terhadap materi PAI. Diskusi ini dapat diharapkan untuk mendorong peserta didik untuk berdialog dan bertukar pendapat, dengan tujuan agar peserta didik dapat terdorong untuk berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu keras, namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama. Diskusi memiliki arti yang penting dalam mengembangkan pemahaman. Hal ini disebabkan diskusi membawa peserta didik menggunakan konsep mereka pelajari serta mengubahnya menjadi bentuk ekspresi yang cukup menyenangkan bagi peserta didik. Kegiatan diskusi yang menyenangkan dapat terpenuhi dengan (a) Pengelompokan arti istilah dan pernyataan, (b) Mengadakan pemahaman bersama dalam suatu kelompok, (c) Berbagi pengetahuan dan pengalaman, (d) Membantu peserta didik memahami informasi baru, (e) Mengidentifikasi berbagai opini dan pandangan, dan (f) Bekerja sama dalam pemecahan masalah.
Seperti halnya metode-metode lainnya metode diskusi ini mempunyai pula kebaikan antara lain : (a) Merangsang peserta ddik mengemukakan pendapat secara teratur serta memupuk kerjasama didalam memecahkan suatu masalah. (b) Kesimpulan dan  hasil terakhir yang dicapai lebih, relevan merupakan hasil pemikiran bersama (konsesus). (c) Merangsang peserta didik menghargai pendapat orang lain yang dianggap lebih mendekati kebenaran. (d) Suasana kelas lebih hidup karena semua peserta didik diharapkan ikut mengambil bagian dalam diskusi.
Kelebihan metode diskusi lainnya adalah; (a) Mendidik peserta didik untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat. (b) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data. (c) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama. (d) Melatih peserta didik untuk berdiskusi di bawah asuhan guru. (e) Merangsang peserta didik untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya. (f) Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil. (g) Mengembangkan rasa solidaritas atau toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali. (h) Membina peserta didik untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara. (i) Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis. Dan (j) Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan peserta didik mengenai suatu problem akan bertambah luas.
Mengingat metode diskusi memiliki kelebihan-kelebihan seperti telah dipaparkan sebelumnya, maka metode diskusi digunakan dalam pembelajaran thinking skill PAI. Diharapkan dengan pembelajaran yang diterapkan melaliu penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan thinking skill materi pendidikan agama Islam pada peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo
Pembelajaran dengan mengunakan metode ceramah sekarang ini untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam kurang diminati oleh peserta didik. Dengan anggapan bahwa ceramah sering membosankan bagi peserta didik, juga membuat ngantuk serta kurang bisa memahami materi apa yang dijelaskannya.
Dari persoalan diatas maka peserta didik belum cukup memiliki thinking skill materi PAI, oleh karena itu metode diskusi diupayakan dapat memberikan peningkatan thinking skill terhadap materi PAI dikelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo.
Model pembelajaran diskusi dimaksudkan untuk memberikan ruang curah pendapat dan mencari informasi baru serta memudahkan pemahaman pada materi pendidikan agama Islam. Dengan diskusi ini peserta didik tidak akan mengalami ketidak pahaman materi yang telah didiskusikan, karena semua peserta didik dipastikan ikut tukar pendapat, mendengarkan dan saling menghargai perbedaan pendapat.     
Permasalah tersebut kami batasi hanya pada pembelajaran dengan mengunakan metode diskusi sebagai upaya peningkatan thinking skill peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI. Pembatasan masalah tersebut (1) Apakah pembelajaran dengan metode diskusi dapat meningkatkan pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI?, (2) Bagaimana aktivitas peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI melalui diskusi?, (3)  Sejauh manakah kemampuan peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam mengolah informasi pada pembelajaran PAI ?
Hipotesis tindakan ini adalah; (1) Pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo sangat meningkat dengan mengunakan metode diskusi. (2) Aktivitas peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo meningkat dengan mengunakan diskusi, karena mendengarkan penjelasan dari teman, bertanya, menanggapi, dan mengkritik. (3) Kemampuan peserta didik dalam mengolah informasi semakin meningkat dengan ditunjukkannya melalui aktivitas bertanya, menjelaskan, menanggapi, dan mengkritik.  
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah upaya peningkatan thinking skill peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI melalui diskusi.
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pengelolaan pembelajaran, khususnya guru pendidikan agama Islam, yakni sebagai berikut : (1) Memiliki gambaran tentang pembelajaran pendidikan agama Islam yang efektif. (2) Memberikan kemudahan pada peserta didik dalam memahami pendidikan agama Islam.
METODE PENELITIAN
Objek Tindakan (a) tempat penelitian kelas ini  dilakukan di SMP Terpadu Ponorogo yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 61 B Ponorogo. Kelas yang diteliti adalah peserta didik kelas VII Beta dengan jumlah peserta didik 26 peserta didik dengan rincian 12 putri dan 14 putra, subyek penelitian adalah Guru pendidikan agama Islam. (b) Waktu Penelitian; Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 dengan prosedur sebagai berikut : (1) Persiapan, (2) Pelaksanaan penelitian, (3) Penyusunan laporan penelitian meliputi : mengumpulkan data-data dan menilai hasil tes, menganalisis hasil penelitian, Menyusun laporan penelitian.  (c) Setting/ Lokasi/ Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SMP Terpadu Ponorogo yang terletak di Jl. Ir. H. Juada No. 61 B Ponorogo, kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dengan jumlah peserta didik 26 peserta didik dengan rincian 12 putri dan 14 putra, mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) dengan pokok pembahasan Meningkatkan keimanan kepada Allah Swt melalui pemahaman sifat-sifat-Nya pada semester 1 tahun pelajaran 2015/ 2016.  
Teknik Pengumpulan Data, berikut ini adalah teknik pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas ini : (a) Tes dengan soal bentuk esai dan pilihan ganda yang dilakukan sesudah pelaksanaan diskusi, (b) Observasi yang dilakukan bersamaan dengan implementasi pelaksanaan. Bagaimana sikap dan respon peserta didik terhadap diskusi, mereka bertanya atau mengeluarkan pendapat atau tidak. Kemudian ia kalau sudah ada interaksi dengan temannya, paling tidak sudah memiliki rasa kepahaman terhadap materi yang didiskusikan, (c) Catatan lapangan, yang berisi tentang hal-hal yang terjadi selama berlangsungnya pembelajaran diskusi yang berinteraksi antara peserta didik dan peserta didik serta guru dan peserta didik yang terekam dalam lembar observasi. 
Teknik Analisis Data, data hasil observasi pembelajaran di analisis kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman peneliti. Sedangkan hasil belajar peserta didik (evaluasi) dianalisis berdasarkan ketentuan belajar peserta didik. Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera dikerjakan oleh peneliti. Khususnya mengolah data (analisis data)[2].
LANDASAN TEORI  
Ada banyak persoalan yang dihadapi guru pada waktu ia berdiri didepan kelas . berbagai solusi atau cara penyelesaian masalah juga sudah banyak dibahas dalam berbagai telaah penelitian akademik, baik dalam laporan penelitian berbentuk artikel atau pada jenjang skripsi, dan tesis. Akan tetapi, guru tidak dapat memahaminya, apalagi mengaplikasikannya dalam pembelajaran sehari-hari, terutama karena berbagai kendala.
Maka untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru dapat mengunakan penelitian tindakan kelas. Pengertian penelitian tindakan kelas, untuk mengidentifikasi penelitian kelas, adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan (Hopkins, 1993:44)[3]
Penelitian Tindakan Kelas pertamakali diperkenalkan oleh ahli psikologi social Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. inti dari gagasan Kurt Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan ahli-ahli lain seperti Sthepen Kemmis, Robin MC. Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan sebagainya. Di Indonesi sendiri PTK baru dikenalkan pada akhir decade 80-an.
Kemmis (1983) menjelaskan bahwa penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi social tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari : a) kegiatan praktek social atau praktek pendidikan mereka, b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini[4].  
Rapoport (1970, dalam Hopkins, 1993) mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu social dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati bersama[5].   
Secara ringkas penelitian tindakan kelas menurut Rochiati Wiriaatmadja adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu agasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu[6]
Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik sebagaimana berikut : (a) masalah berawal dari guru, (b) tujuan memperbaiki pembelajaran, (c) metode utama adalah dari refleksi dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian, (d) fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran, dan (e) guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti[7].  
Penelitian tindakan kelas digambar dalam suatu proses yang dinamis meliputi aspek perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang merupakan langkah berurutan dalam salah satu siklus berikutnya. Akar pelaksanaan tindakan penelitian kelas digambarkan dalam bentuk spiral tindakan yang digambarkan oleh Kemmis dan Taggart (dalam Kasbolah, 1999): (Gambar 1)

Rencana Tindakan
 
gambar:1
 















Alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Taggart (Kasbolah, 1999)

Beberapa hal penting yang berhubungan dengan Penelitian tindakan kelas.
PTK penting bagi guru dengan alasan sebagai berikut : (1) PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran dikelasnya, (2) PTK dapat meningkatkan kinerja guru, (3) Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui sautu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya[8]
Ada 5 model PTK yang dapat diterapkan dalam penelitian tindakan kelas diantaranya adalah : (a) Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis, (b) Revisi model Lewin menurut Elliott, (c) Model spiral dari Kemmis dan Kagart (1988)., (d) Model Ebbutt (hopkins, 1993: 52), (e) Model Mc Kernan (dengan modifikasi dari hopkins, 1993:53)[9].
Obyek PTK diantaranya; (a) Unsur peserta didik, dapat dicermati obyeknya ketika peserta didik asyik mengikuti proses pembelajaran di kelas / lab/ lapangan/ basket, ketika sedang mengikuti kerja bakti diluar sekolah, (b) Unsur guru, dapat dicermati ketika guru sedang membimbing peserta didik-siswi yang sedang berdarma wisata, atau ketika guru sedang mengadakan kunjungan kerumah, (c) Unsur materi pelajaran, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar atau sebagai bahan yang ditugaskan kepada peserta didik. (d) Unsur peralatan atau sarana pendidikan, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar. Dengan tujuan meningkatkan mutu hasil belajar, yang dapat diamati guru, peserta didik atau keduanya. (e) Unsur hasil belajar, yang ditinjau dari tiga yang dijadikan titik tuju yang harus dicapai melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapain. (f) Unsur lingkungan, baik lingkungan peserta didik maupun kelas, sekolah amupun melingkupi peserta didik dirumahnya. (g) Unsur pengelolaan, yang jelas-jelas merupakan gerak kegiatan sehingga mudah diatur dalam kenyataan dalam bentuk tindakan[10].  
Metode pembelajaran diskusi atau musyawarah adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Dalam metode ini menampilkan kegiatan menanyakan, memberi komentar, saran serta jawaban dalam kelompok atau kelas[11]. Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja[12]. Metode diskusi ialah mempelajari sesuatu bahan atau menyampaikan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan perubahan tingkah laku dan pengertian dari murid-murid. Ditinjau dari segi pelaksanaanya metode diskusi dapat dibedakan antara diskusi kelas dan diskusi kelompok. Pada diskusi kelas, gurulah yang memimpinnya. Dengan melontarkan bahan pokok bahasan kepada semua murid. Pada diskusi kelompok, pimpinan diserahkan kepada murid-murid yang dianggap mampu untuk tugas itu. Pokok bahasan didiskusikan dalam kelompok masing-masing yang pada tahap terakhir didiskusikan pada tingkat diskusi kelas. Dalam diskusi, tugas guru atau murid yang memimpin diskusi adalah sebagai pengatur lalulintas, artinya semua saran, pendapat argumentasi yang dilontarkan peserta diskusi haruslah melalui pimpinan diskusi karena itu pemimpin diskusi dapat diibaratkan sebagai dinding penangkis yang menerima dan melontarkan kembali pertanyaan-pertanyaan dari dan ketengah diskusi.
Seperti halnya metode-metode terdahulu metode diskusi ini mempunyai pula kebaikan dan kelemahan antara lain; (a) Merangsang murid-murid mengemukakan pendapat secara teratur serta memupuk kerjasama didalam memecahkan suatu masalah, (b) Kesimpulan dan  hasil terakhir yang dicapai lebih, relevan merupakan hasil pemikiran bersama (konsesus), (c) Merangsang murid-murid mengahargai pendapat orang lain yang dianggap lebih mendekati kebenaran. (d) Suasana kelas lebih hidup karena semua murid diharapkan ikut mengambil bagian dalam diskusi.
Adapun segi kekurangannya pada metode diskusi ini tampak pada; (a) Memerlukan banyak waktu, (b) Hasil yang akan dicapai sulit diduga dan dirumuskan secara tepat, (c) Kemungkinan anak yang mengikuti proses jalannya diskusi, kesempatan baginya untuk melepaskan diri dari tanggung jawab[13].
Pertanyaan yang digunakan untuk merangsang diskusi kelas dapat direncanakan atau ditetapkan secara spontan saat proses pembelajaran berlangsung. Tujuan diskusi kelas adalah untuk pendalaman, pengembangan konsep atau pengetahuan, sekaligus melatih keberanian partisipan mengemukakan pendapat. Masalah dalam diskusi salah satu masalah yang serius dihadapi instruktur adalah ketidak merataan partisipasi. Didalam kelas biasanya ada partisipan yang sangat aktif merespon pertanyaan instruktur. Sebaliknya, ada yang diam tak pernah berpartisispasi. Tingkat partisipasi memang belum tentu berhubungan secara linier dengan tingkat pengembangan pengetahuan baru sebab ada partisipan yang sangat aktif berbicara, tetapi kurang banyak belajar dari seluruh proses pembicaraan, sebaliknya ada partisipan yang hanya mendengarkan dan mencatat, tetapi ia lebih banyak belajar dari pendapat-pendapat yang berkembang dalam diskusi.
Terkait dengan gaya belajar; berasumsi bahwa variasi tingkah laku belajar itu terkait dengan gaya belajar partisipan, maka instruktur harus menerima keadaan. Namun ia juga harus mengevaluasi apakah yang diam itu belajar, dengan cara sekali-kali mengajukan pertanyaan evaliatif kepada partisipan pendiam antara lain berupa pertanyaan : kalau menurut pendapat anda, bagaimana? Atau : apa anda setuju dengan pendapat itu ? kalau setuju atau tidak setuju, mengapa ?
Kalau jawaban-jawaban benar, dapat ditafsirkan mereka itu sesungguhnya mengikuti seluruh proses pembelajaran yang sedang berlangsung dikelas. Manfaat pertanyaan evaluatif :  pertanyaan evaluatif untuk partisipan pendiam diperkirakan memberikan dampak positif yaitu dalam kenyataan mereka lalu menjadi aktif berpartisipasi berkat rangsangan pertanyaan dari instruktur.akan tetapi dilihat dari segi yang lain, jawaban benar terhadap pertanyaan evaluatif mungkin dapat merangsang para pendiam itu untuk turut berpartisipasi secara aktif menjawab pertanyaan, yang bukan pertanyaay rangsangan dari instruktur.[14]       
Begitu juga dijelaskan dalam artikelnya Suparlan bahwa Metode diskusi mendorong peserta didik untuk berdialog dan bertukar pendapat, dengan tujuan agar peserta didik dapat terdorong untuk berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu keras, namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama. Diskusi dapat dilaksanakan dalam dua bentuk. Pertama, diskusi kelompok kecil (small group discussion) dengan kegiatan kelompok kecil. Kedua, diskusi kelas, yang melibatkan semua peserta didik di dalam kelas, baik dipimpin langsung oleh gurunya atau dilaksanakan oleh seorang atau beberapa pemimpin diskusi yang dipilih langsung oleh peserta didik[15].
Diskusi memiliki arti yang penting dalam mengembangkan pemahaman. Hal ini disebabkan diskusi membawa peserta didik menggunakan konsep mereka pelajari serta mengubahnya menjadi bentuk ekspresi yang cukup menyenangkan bagi peserta didik. Kegiatan diskusi yang menyenangkan dapat terpenuhi dengan (a) Pengelompokan arti istilah dan pernyataan, (b) Mengadakan pemahaman bersama dalam suatu kelompok, (c) Berbagi pengetahuan dan pengalaman, (d) Membantu peserta didik memahami informasi baru, (e) mengidentifikasi berbagai opini dan pandangan, dan (f) Bekerja sama dalam pemecahan masalah.[16]
Begitu Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama. Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak; (a) memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada peserta didik, (b) memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengeluarkan kemampuannya, (c) mendapatkan balikan dari peserta didik apakah tujuan telah tercapai, (d) membantu peserta didik belajar berpikir secara kritis, (e) membantu peserta didik belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman, (f) membantu peserta didik menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran sekolah. (g) mengembangkan motivasi untuk belaja rlebih lanjut.
Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut: (a) guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau guru meminta kepada peserta didik untuk mengemukakan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan. (b) guru menjelaskan tujuan diskusi. (c) guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan, (d) guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua peserta didik serentak berbicara mengeluarkan pendapat. (e) menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan, (f) mengatur giliran berbicara agar jangan peserta didik yang berani dan berambisi menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya, (g) mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem, (h) mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan peserta didik tidak menyadari pendapat yang salah, (i) selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara peserta didik dengan peserta didik, (j) bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan.
Kegiatan peserta didik dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut; (a) menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas, (b) ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan, (c) mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau sekelompok, (d) mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan, (e) mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh peserta didik atau kelompok lain, (f) menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat, (g) mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan, (h) menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat, (i) ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi, (j)  tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang.
Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut: (a) Mendidik peserta didik untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat, (b) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data, (c) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama, (d) melatih peserta didik untuk berdiskusi di bawah asuhan guru, (e) merangsang peserta didik untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya, (f) membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil, (g) mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali, (h) membina peserta didik untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara, (i) berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis, (j) dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan peserta didik mengenai suatu problem akan bertambah luas.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut: (a) tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan, (b) diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu, (c) sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi, (d) biasanya tidak semua peserta didik berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu peserta didik mengemukakan pendapat, (e) pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh peserta didik yang berani dan telah biasa berbicara. Peserta didik pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara, (f) memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.
Pendidikan Agama Islam di SMP adalah upaya sadar dan terencana dalam penyiapan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati serta mengimani, bertaqwa dan berakhlaq milia dalam mengamalkan ajaran agama Islam yang sumber utamanya dari al Qur’an dan hadis melalui kegiatan bimbingan/ pengajaran, latihan, serta pengunaan pengalaman di barengi tuntutan untuk menghormati pemeluk agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan ummat beragama dalam hidup bermasyarakat hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.
Fungsi Pendidikan Agama Islam di sekolah umum adalah untuk ; 1). pengembangan, 2). penanaman nilai, 3). penyesuaian mental, 4). perbaikan, 5). pencegahan, 6). pengajaran, 7). penyaluran[17]
Kurikulum PAI di SMP mencakup lima unsur pokok pelajaran sebagaimana yaitu al Qur’an, keimanan, akhlaq, fiqh, dan tarikh. Kelima unsur ini tercakup dalam satu mata pelajaran  yaitu PAI, yang mencakup standar kompetensi, dan kompetensi dasar[18]. Maka tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaanya, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat melanjutkan peda jenjang pendidikan yang lebih tinggi[19].
Kecakapan berpikir (thinking skill) pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/rasio kita secara optimal. Kecakapan berpikir mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi ( information searching ),kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas(information processing and decision making skills ), serta kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif ( creative problem solving skill ).
Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan kecakapan dasar, yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. Oleh karena itu, anak belajar membaca bukan sekedar “membunyikan huruf dan kalimat”, tetapi mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut.
Peserta didik yang berlajar berhitung, hendaknya bukan sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi mengartikan apa informasi yang diperoleh dari kalkulasi itu. Oleh karena itu kontekstualisasi Matematika atau mata pelajaran lainnya menjadi sangat penting, agar peserta didik mengerti makna dari apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sebagai suatu informasi.
Kecakapan melakukan observasi sangat penting dalam upaya menggali informasi. Observasi dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena alam lingkungan, melalui berbagai kejadian sehari-hari, peristiwa yang teramati langsung maupun dari berbagai media cetak dan elektronik, termasuk internet. Seringkali kita melihat banyak hal, tetapi apa yang kita lihat tidak menjadi informasi yang bermakna, karena kita sekedar melihat dan tidak memaknai apa yang kita lihat. Melihat dengan cermat dan memaknai apa yang dilihat itulah yang disebut observasi. Kata-kata bijak: “siapa yang menguasai informasi akan memenangkan suatu kompetisi” perlu dikembangkan dalam pendidikan.
Agar informasi yang terkumpul lebih bermakna harus diolah. Hasil olahan itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, kecakapan berpikir tahap berikutnya adalah kecakapan mengolah informasi. Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi simpulan. Sebagai contoh, jika kita memiliki banyak informasi tentang harga buku yang sedang kita cari, kita harus mengolahnya menjadi simpulan buku di toko mana yang paling murah, yang mutunya paling baik, yang mudah dicapai dari tempat tinggal, dan sebagainya.
Untuk dapat mengolah suatu informasi diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi, sampai membuat analisis sesuai dengan informasi yang diolah maupun tingkatan simpulan yang diharapkan. Oleh karena itu kemampuan-kemampuan tersebut penting untuk dikembangkan melalui mata pelajaran yang sesuai. Melalui mata pelajaran Biologi, peserta didik dapat mengolah informasi tentang buah-buahan, sehingga peserta didik dapat menyimpulkan buah apa yang kandungan vitaminnya banyak, harganya relatif murah dan mudah didapat. Dengan prinsip serupa, mata pelajaran lainnya juga dapat mengembangkan kecakapan mengolah informasi.
Jika informasi telah diolah menjadi suatu simpulan, maka tahap berikutnya orang harus mengambil keputusan berdasarkan simpulan-simpulan tersebut. Fakta menunjukkan seringkali orang takut mengambil keputusan karena takut menghadapi risiko yang muncul, pada hal informasi untuk dasar pengambilan keputusan telah tersedia.
Dalam kehidupan sehari-hari, betapapun kecilnya, kita selalu dituntut untuk mengambil keputusan. Misalnya peserta didik harus mengambil keputusan untuk membeli buku atau memfotocopi buku teman. Ibu rumah tangga harus mengambil keputusan memasak apa untuk hari minggu. Ketika seseorang menjadi pimpinan, baik organisasi formal maupun tidak formal, maka salah satu tugas pokoknya adalah membuat keputusan. Oleh karena itu, peserta didik perlu belajar mengambil keputusan dan belajar mengelola risiko, melalui simpulan-simpulan analisis informasi.
Sebagaimana disebutkan di bagian pendahuluan, setiap saat orang menghadapi masalah yang harus dipecahkan . Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan telah diolah dan dipadukan dengan hal-hal lain yang terkait. Pemecahan masalah memerlukan kreativitas dan kearifan. Kreativitas untuk menemukan pemecahkan yang efektif dan efisien, sedangkan kearifan diperlukan karena pemecahkan harus selalu memperhatikan kepentingan berbagai pihak dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu sejak dini, peserta didik perlu belajar memecahkan masalah, sesuai dengan tingkat berpikirnya.
Untuk memecahkan masalah memang dituntut kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir sistem, berpikir lateral dan sebagainya. Oleh karena itu, pola berpikir tersebut perlu dikembangkan di sekolah dan kemudian diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah. Model pembelajaran pemecahan masalah (problem based instruction) dapat diterapkan untuk maksud tersebut.
Penulis berusaha untuk mencari hasil kajian penelitian tindakan kelas yang berkaitan atau sama persoalannya dengan penulis teliti, akan tetapi hasilnya belum ditemukan, karena keterbatasan penulis dalam melakukan pencarian. 
HASILAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dengan jumlah peserta didik 26 orang dengan rincian  14 putra dan 12 putri, dengan ruang kelas yang sesuai dengan ukuran standart layanan minimal dengan lantai bagus. Sekolah SMP Terpadu Ponorogo ini memang terletak jauh dari hiruk pikuk keramain perkotaan, karena suasana lingkungan dekat dengan areal persawahan sehingga udara sejuk, tidak begitu menyengat panasnya matahari karena disekililing sekolah banyak pepohonan serta tidak banyak suara kendaraan bermontar karena letak sekolah menjorok kedalam. Letak sekolah ini memang seakan-akan sudah diprediksikan agar dalam pembelajaran peserta didik tidak terganggu dengan persoalan lingkungan.
Masuk pada kelas maka suasana yang terlihat sudah berbeda lagi, jelas sekali; memang kelas ini adalah tempat belajar yang utama selain tempat-tempat yang lain, semisal laboratorium computer, lab IPA, dan taman ataupun lingkungan yang digunakan untuk pembelajaran diluar kelas atau dengan disebut outdoor. Kelas VII Beta memang memiliki berbagai aksesoris yang fungsinya adalah kenyamana dalam proses pembelajaran, disitu ada foto atau gambar presiden dan wakil prisiden republik Indonesia, dua papan tulis, 2 meja  dan satu kursi guru, penggaris, jadwal pelajaran, jadwal piket, gambar- gambar organ tubuh manusia, semboyan kelas, jam dinding, kaligrafi, rumus-rumus matematika, dan tempat duduk peserta didik berserta mejanya.
Proses pelaksanaan tindakan penelitian kelas melalui 4 (empat) tahap (dalam tiga siklus) yang dimulai dari : Rencana tidakan, meliputi penetapan materi PAI dan penetapan alokasi waktu ( bulan Oktober  2015). (a) pelaksanaan tindakan, mencakup seluruh proses kegiatan belajar mengajar. (b) pelaksanaan observasi, dilaksanakan bersamaan proses pembelajaran, meliputi aktivitaspeserta didik, pengembangan materi, dan hasil belajar peserta didik. (c) refleksi kegiatan pembelajaran dianalisis sekaligus menyusun rebcana perbaikan pada siklus berikutnya.  
Proses yang dilakukan dalam PTK dengan alur atau tahapan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yaitu sebagai berikut :

Table I
Siklus Pertama

Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
o  Menyusun RPP.
o  Menyiapkan lembar observasi.
o  Menyiapkan blanko observasi.
o  Menjelaskan KBM secara umum.
o  Memberikan informasi berkaitan dengan materi secara umum.
o  Membentuk kelompok diskusi.
o  Melakukan diskusi kelas.
o  Memberikan kesimpulan individu dan kelompok tertulis.
o  Pengamatan terhadap prilaku peserta didik dalam proses pembelajaran.
o  Mencatat hasil observasi.
o  Mengevaluasi hasil evaluasi.
o  Menganalisis hasil pembelajaran.
o  Memperbaiki kelemahan untuk siklus selanjutnya.



Table II
Siklus Kedua

Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
o  Menyusun RPP.
o  Menyiapkan lembar observasi.
o  Menyiapkan blanko observasi.
o Pembagian materi diskusi, penunjukkan juru bicara untuk mewakili menyampaikan materi pada kelompok dan memulai diskusi. (small grup)
o Salah satu peserta didik maju untuk mewakili kelompok sesuai dengan bagian materi.
o Klarifikasi dan tanya jawab.
o Mengamati prilaku peserta didik terhadap metode pembelajaran yang digunakan.
o Mengamati keaktifan tiap-tiap peserta didik dalam diskusi kelompoknya
o Memantau jalannya diskusi.
o Memahami pemahaman masing-masing anak.
o  Mencatat hasil observasi.
o  Mengevaluasi hasil evaluasi.
o  Menganalisis hasil pembelajaran.
o  Memperbaiki kelemahan untuk siklus selanjutnya.






Table III
Siklus Ketiga

Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
o  Menyusun RPP.
o  Menyiapkan lembar observasi.
o  Menyiapkan blanko observasi.
o Pembagian materi yang berbeda pada setiap kelompok yang terdiri dari 4 kelompok untuk memahami materi kemudian pengacakan pada tiap-tiap kelompok lain sesuai dengan materi yang diperoleh setiap peserta didik.
o Klarifikasi dan Tanya jawab
o Mengamati prilaku peserta didik terhadap metode pembelajaran yang digunakan.
o Mengamati keaktifan tiap-tiap peserta didik dalam diskusi kelompoknya.
o Memantau jalannya diskusi.
o Memahami pemahaman masing-masing anak.
o  Mencatat hasil observasi.
o  Mengevaluasi hasil evaluasi.
o  Menganalisis hasil pembelajaran.
o  Menyusun laporan.

Proses analisis data dilakukan dengan melihat perkembangan dan siklus ke siklus berikutnya. Dari observasi yang dilakukan peneliti menemukan permasalahan yang timbul dikelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo, yaitu permasalahan utama dalam kelas adalah ramai sehingga sulit untuk memperhatikan pelajaran.
Permasalahan ramai dikelas tersebut membuat peserta didik sulit untuk menerima materi yang dijelaskan oleh guru, fakta tersebut berdasar pada observasi penulis pada kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo. Dengan melaksanakan observasi kemudia penulis mencoba untuk menentukan metode apa yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada tersebut.
Thinking Skill ( kecakapan berfikir ) adalah upaya yang paling tepat untuk meningkatkan keaktifan peserta didik untuk berfikir dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam untuk mengatasi keramain dalam kelas. Penyebab keramain kelas ini adalah sikap guyonan dalam kelas, beramai sendiri dan berbuat ulah sesuatu untuk mencari perhatian teman, bermain Hp, menjahili anak putri.
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti dengan memeprhatikan siklus I sampai siklus berikutnya, bahwa upaya peningkatan thinking skill peserta didik, dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dengan baik. Metode untuk mengatasi permasalahan yang ada didalam kelas dapat berjalan dengan efektif. Ada peningkatan yang signifikan dari siklus I sampai siklus berikutnya.
Siklus I
Jumlah peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran adalah 35 peserta didik.
Kognitif          =          10 x 100 % = 28,58 %
                                           35
Afektif                        =          5 x 100 % = 14,29 %
                                           35
Psikomotorik   =          5 x 100 % = 14,29 %
                                           35

Siklus II
Jumlah peserta didik yang ikut dalam proses pembelajaran adalah 35 peserta didik.

Kognitif                      =          13 x 100 % = 37,15 %
                                           35
Afektif                        =          6 x 100 % = 17,15%
                                           35
Psikomotorik   =          7 x 100 % = 20 %
                                           35
Siklus III
Jumlah peserta didik yang  ikut dalam kegiatan proses pembelajaran adalah 35 peserta didik.

Kognitif          =          16 x 100 % = 45,72 %
                                           35
Afektif                        =          7 x 100 % = 20 %
                                           35
Psikomotorik   =          8 x 100 % = 22,86 %
                                           35



Table IV
Profil kelas dari siklus ke siklus
Kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo
Kecakapan/kemampuan
Siklus
% (persen)
Pemahaman peserta didik
I
28,58 %
II
37,15 %
III
45,72 %
Aktivitas pembelajaran
I
14,29 %
II
17,15 %
III
20 %
Ketrampilan diskusi
I
14,29 %
II
20 %
III
22,86 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman peserta didik dalam proses pembelajaran. Factor yang menjadi kendala dalam proses pembelajaran yaitu ramai sudah berkurang dengan mengunakan metode diskusi. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan adaya peningkatan kemampuan ataupun kecakapan peserta didik dalam tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil-hasil pembahasan terhadap permasalahan pemilihan maupun hipotesis tindakan berdasarkan analisis data kualitatif hasil penelitian dan profil kelas tersebut, adalah sebagai berikut :
   
Permasalahan I
:
Apakah pembelajaran dengan metode diskusi dapat meningkatkan pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI?
Pembahasan dan
Kesimpulan
:
Peneliti melakukan observasi dan penjajakan awal selama proses berlangsungnya pembelajaran, dan ternyata pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo sangat meningkat dengan mengunakan metode diskusi. Semua itu karena anak-anak sudah memiliki semangat baru untuk belajar bersama.
Permasalahan II
:
Bagaimana aktivitas peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI melalui diskusi?
Pembahasan dan
Kesimpulan
:
Selama peneliti berbaur dalam proses pembelajaran dan melakuakan observasi serta pencatatan, maka ada beberapa aktivitas peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo yang mereka lakukan selama proses diskusi berlangsung yaitu mendengarkan penjelasan dari teman, bertanya, menanggapi, dan mengkritik serta menghargai pendapat temannya dan seakan-akan memang pendapatnya belum paling benar.
Permasalahan III
:
Sejauh manakah kemampuan peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam mengolah informasi pada pembelajaran PAI ?
Pembahasan dan
Kesimpulan
:
Pengamatan peneliti ketika dalam proses diskusi peserta didik sudah bisa memperlihatkan kemampuannya  dalam mengolah informasi. Peneliti membenarkan jika memang peserta didik sudah cakap dalam mengolah informasi, maka yang muncul pada diri peserta didik adalah dengan ditunjukkannya melalui aktivitas bertanya, menjelaskan, menanggapi, dan mengkritik. Dengan menunjukkan seperti itu maka pesert didik bisa memecahkan persoalan yang ada dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.



Grafik 01
Grafik hasil penelitian kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo

Jumlah peserta didik
 


35


30


25


20
 



15


10
 



5

                                                                                                            Siklus
            I                                   II                                 III
KETERANGAN :
----------------------         : Pemahaman peserta didik
                                    : Aktivitas peserta didik
                                    : Ketrampilan mengolah informasi
Kesimpulan
Hasil dari penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulan, yaitu ; (1) Peneliti melakukan observasi dan penjajakan awal selama proses berlangsungnya pembelajaran, dan ternyata pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo sangat meningkat dengan mengunakan metode diskusi. Semua itu karena anak-anak sudah memiliki semangat baru untuk belajar bersama, (2) Selama peneliti berbaur dalam proses pembelajaran dan melakuakan observasi serta pencatatan, maka ada beberapa aktivitas peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo yang mereka lakukan selama proses diskusi berlangsung yaitu mendengarkan penjelasan dari teman, bertanya, menanggapi, dan mengkritik serta menghargai pendapat temannya dan seakan-akan memang pendapatnya belum paling benar, (3) Pengamatan peneliti ketika dalam proses diskusi peserta didik sudah bisa memperlihatkan kemampuannya  dalam mengolah informasi. Peneliti membenarkan jika memang peserta didik sudah cakap dalam mengolah informasi, maka yang muncul pada diri peserta didik adalah dengan ditunjukkannya melalui aktivitas bertanya, menjelaskan, menanggapi, dan mengkritik. Dengan menunjukkan seperti itu maka peserta didik bisa memecahkan persoalan yang ada dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Saran
Setiap lingkungan tertentu memiliki cara tersendiri untuk memajukan proses pembelajaran, waktu terus berputar dan masa akan terus berganti, maka seorang peserta didik akan mengalami perubahan juga dalam berbagai aspek perkembangannya, dengan demikian seorang guru hendaknya terus berpacu untuk membuat proses belajar yang membelajarkan. Metode diskusi adalah salah satu cara yang digunakan dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai kecakapan berfikir. Metode itu banyak sekali, akan tetapi guru dan peserta didik_lah yang akan bisa mengukur semua keberhasilan itu. Maka gunakanlah metode yang bisa memahamkan peserta didik  dalam proses belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Widya, 2006.

Burhan, Bungin (ed). Metodologi Penelitian Kualitatif Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Dja’far, Zainuddin Drs., Dikdaktik Motodik. Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah. Cet 2. 1995.



Majid, Abdul. Andayani, Dian. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi : Konsep dan Implikas Kurikulum 2004.  Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Mundikarto, Rustam. Penelitian Tindakan Kelas. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruaan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2004.

Mujiman, Haris Prof. Dr., MA, Ph.D., Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar. Cet ke 2. 2007.

N.K., Roestiyah Dra. Strategi Belajar Mengajar, salah satu unsur pelaksanaan strategi belajar mengajar : teknik penyajian Jakarta : Renika Cipta, 2003.

Shalahuddin, Mahfudh Drs. dkk., Metodologi Pendidikan Islam Surabaya: PT Bina Ilmu. 1987.

Slameto. Belajar Dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Renika Cipta. Cet IV. 2003

Wiriaatmadja, Rochiati. Metode Penelitian Tindakan Kelas, Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005.
  



[1] Slameto. Belajar Dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya. (Jakarta: PT. Renika Cipta. Cet IV. 2003) hal. 54-72).
[2] Burhan Bungin (ed). Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004). Hal. 102.
[3] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005) hal., 12.
[4] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 12
[5] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….. hal 12.
[6] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 13.
[7] Rustam Mundikarto. Penelitian Tindakan Kelas (Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruaan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2004)
[8] Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas (Bandung : Yrama Widya, 2006) hal., 127-128.  
[9] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 61-71.
[10] Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, hal., 27-29.
[11] Drs. Mahfudh Shalahuddin dkk., Metodologi Pendidikan Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu. 1987) hal., 51.
[12] Dra. Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, salah satu unsur pelaksanaan strategi belajar mengajar : teknik penyajian (Jakarta : Renika Cipta, 2003). 5.
[13] Drs. Zainuddin Dja’far, Dikdaktik Motodik. (Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah. Cet 2. 1995).hal 29-31
[14] Prof. Dr. Haris Mujiman, MA, Ph.D.,Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar. Cet ke 2. 2007) 86-87.
[15]http://www.suparlan.com/v5/pages/posts/diskusi-metode-mengajar-untuk-mengasah-otak-bukan-otot-dan-untuk-mengembangkan-sikap-saling-menghormati-bukan-menang-sendiri98.php?p=15
[16] http://pakguruonline/pendidikan.net

[17] Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi : Konsep dan Implikas Kurikulum 2004 ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) 134-135.
[18] Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…..154-157.
[19] Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam….. 135. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia dalam pandangan kejawen

Proposal isra' mi'raj

Urgensi Kontruksi ilmu kalam dalam studi