Upaya Peningkatkan Thinking Skill
Peserta Didik Kelas VII Beta Dalam
Pembelajaran PAI Melalui Diskusi SMP Terpadu Ponorogo
Wikan Yustafa
ABSTRAK
Persoalan
pendidikan memang terus mengalami perkembangan dari hari kehari, karena semua
itu adalah perubahan peserta didik, guru, metode, kurikulum, dan lingkungan.
Prof. Dr. Nurcholis Majid yang mengatakan bahwa: “Kegagalan pendidikan Agama disebabkan pembelajaran PAI lebih menitik
beratkan pada hal-hal yang bersifat formal dan hafalan, bukan pada
pemaknaannya”. Pada persoalan itulah maka peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo kurang
bisa memahami pada materi agama Islam ketika proses pembelajaran sedang
berlangsung. Dengan mengunakan metode diskusi berupaya untuk memberikan
kemampuan thinking skill yang mendalam terhadap materi PAI. Peneliti melakukan observasi dan penjajakan awal selama proses
berlangsungnya pembelajaran, dan ternyata pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo sangat meningkat dengan mengunakan metode
diskusi. Semua itu karena anak-anak sudah memiliki semangat baru untuk belajar
bersama.
Kata Kunci : thinking
skill, diskusi
PENDAHULUAN
Persoalan pendidikan memang terus
mengalami perkembangan dari hari kehari, karena semua itu adalah perubahan peserta
didik, guru, metode, kurikulum, dan lingkungan. Persoalan peserta didik inilah
yang menjadi tanggung jawab seorang manajer kelas “guru” dan guru inilah yang
seharusnya memberikan konstribusi kurang lebihnya adalah memberikan perubahan
pada sikap dan berfikir peserta didik.
Begitu juga problem pendidikan Islam juga
pernah ditanggapi oleh dua tokoh pendidikan Islam yaitu Prof. Dr. Nurcholis
Majid yang mengatakan bahwa: “Kegagalan pendidikan Agama disebabkan
pembelajaran PAI lebih menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat formal dan
hafalan, bukan pada pemaknaannya”. Dan juga disampaikan oleh Prof Dr. Said
Agil Husin al Munawar bahwa: “Kita memang sadar betul sampai saat ini masih
menghadapi problem metodologi dalam pembelajaran agama”.
Dari persoalan diatas maka yang perlu diperhatikan adalah persoalan
peserta didik yang muncul dari berbagai segi ataupun kompleks sekali,
diantaranya yang dipaparkan oleh Slameto[1] adalah : 1.
Factor intern, meliputi; factor
jasmani, factor psikologis dan factor kelelahan. 2. Factor ekstern, meliputi; faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat.
Dari hal-hal yang telah penulis sebutkan
mengenai persoalan peserta didik ”faktor-faktor yang menghambat” proses
pembelajaran secara umum. Maka persoalan yang ada di kelas VII SMP Terpadu
Ponorogo yang terletak di JL. H. Juanda No. 61 B Kab. Ponorogo itu adalah
tidak jauh dari teori diatas, yang penulis maksud yaitu peserta didik kelas VII
Beta SMP Terpadu Ponorogo
mengalami kesulitan pemahaman pada materi pendidikan agama Islam. Berdasarkan
pada konteks itu ada beberapa problem yang dialami peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung. Sebenarnya dilihat dari gurunya sudah berusaha untuk
memberikan pemahaman peserta didik yang sangat kuat sekali, akan tetapi faktor peserta
didik inilah yang menyebabkan ketidak fahaman peserta didik dalam menerima
penjelasan dari guru agama Islam.
Memang kondisi peserta didik itu sendiri
berlatar belakang dari daerah kota
Ponorogo, Babadan, Pulung, Ngrayun, Sukorejo, Badegan dan
Jetis. Banyak anak-anak muda
didaerah tersebut yang kesukaannya
sepeda motoran, main game online, serta begadang sampai larut malam. Kebiasaan inilah yang menyebabkan sebagian mereka itu suka dengan
sikap guyonan dalam kelas, ramai sendiri dan berbuat ulah sesuatu untuk mencari
perhatian teman, menjahili anak
putri.
Pada persoalan itulah maka peserta didik
kelas VII Beta SMP Terpadu
Ponorogo kurang bisa memahami pada materi agama Islam ketika proses
pembelajaran sedang berlangsung. Dengan mengunakan metode diskusi berupaya
untuk memberikan kemampuan thinking skill yang mendalam terhadap materi
PAI. Diskusi ini dapat diharapkan untuk mendorong peserta didik untuk berdialog
dan bertukar pendapat, dengan tujuan agar peserta didik dapat terdorong untuk
berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu keras,
namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama. Diskusi memiliki
arti yang penting dalam mengembangkan pemahaman. Hal ini disebabkan diskusi membawa peserta didik menggunakan konsep
mereka pelajari serta mengubahnya menjadi bentuk ekspresi yang cukup
menyenangkan bagi peserta didik. Kegiatan diskusi yang menyenangkan dapat
terpenuhi dengan (a) Pengelompokan arti istilah dan pernyataan, (b) Mengadakan
pemahaman bersama dalam suatu kelompok, (c) Berbagi pengetahuan dan pengalaman,
(d) Membantu peserta didik memahami informasi baru, (e) Mengidentifikasi
berbagai opini dan pandangan, dan (f) Bekerja sama dalam pemecahan masalah.
Seperti halnya metode-metode lainnya metode diskusi ini mempunyai pula
kebaikan antara lain : (a) Merangsang peserta ddik mengemukakan pendapat secara teratur serta memupuk kerjasama didalam
memecahkan suatu masalah. (b)
Kesimpulan dan hasil terakhir yang dicapai lebih, relevan merupakan
hasil pemikiran bersama (konsesus). (c) Merangsang peserta didik menghargai pendapat orang lain yang dianggap
lebih mendekati kebenaran.
(d) Suasana kelas lebih hidup
karena semua peserta didik diharapkan ikut mengambil bagian dalam
diskusi.
Kelebihan metode diskusi lainnya adalah; (a) Mendidik peserta didik untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat. (b) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data. (c) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama. (d) Melatih peserta didik untuk berdiskusi di bawah asuhan guru. (e) Merangsang peserta didik untuk ikut mengemukakan
pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya. (f) Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai
suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil. (g) Mengembangkan rasa solidaritas atau toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau
mungkin bertentangan sama sekali. (h) Membina peserta
didik untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara. (i) Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara
saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis. Dan (j) Dengan mendengarkan semua keterangan yang
dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan peserta didik mengenai
suatu problem akan bertambah luas.
Mengingat metode diskusi memiliki kelebihan-kelebihan seperti telah
dipaparkan sebelumnya, maka metode diskusi digunakan dalam pembelajaran thinking skill PAI. Diharapkan dengan
pembelajaran yang diterapkan melaliu penelitian ini dapat
meningkatkan kemampuan thinking skill
materi pendidikan agama Islam pada peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo.
Pembelajaran dengan mengunakan metode ceramah sekarang ini untuk mata
pelajaran pendidikan agama Islam kurang diminati oleh peserta didik. Dengan
anggapan bahwa ceramah sering membosankan bagi peserta didik, juga membuat
ngantuk serta kurang bisa memahami materi apa yang dijelaskannya.
Dari persoalan diatas maka peserta didik belum cukup memiliki thinking
skill materi PAI, oleh karena itu metode diskusi diupayakan dapat
memberikan peningkatan thinking skill terhadap materi PAI dikelas VII
Beta SMP Terpadu Ponorogo.
Model pembelajaran diskusi dimaksudkan untuk memberikan ruang curah pendapat dan
mencari informasi baru serta memudahkan pemahaman pada materi pendidikan agama
Islam. Dengan diskusi ini peserta didik tidak akan mengalami ketidak pahaman
materi yang telah didiskusikan, karena semua peserta didik dipastikan ikut
tukar pendapat, mendengarkan dan saling menghargai perbedaan pendapat.
Permasalah tersebut kami batasi hanya pada pembelajaran dengan mengunakan
metode diskusi sebagai upaya peningkatan thinking
skill peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI.
Pembatasan masalah tersebut (1) Apakah pembelajaran dengan metode diskusi dapat meningkatkan pemahaman peserta
didik kelas VII Beta SMP
Terpadu Ponorogo dalam
pembelajaran PAI?, (2)
Bagaimana aktivitas peserta
didik kelas VII Beta SMP
Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran
PAI melalui diskusi?, (3) Sejauh manakah kemampuan peserta didik kelas VII
Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam mengolah informasi pada pembelajaran
PAI ?
Hipotesis tindakan ini adalah; (1) Pemahaman peserta
didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo sangat meningkat dengan mengunakan
metode diskusi. (2) Aktivitas peserta didik kelas VII Beta SMP
Terpadu Ponorogo meningkat dengan mengunakan diskusi, karena mendengarkan
penjelasan dari teman, bertanya, menanggapi, dan mengkritik. (3) Kemampuan peserta didik dalam mengolah informasi
semakin meningkat dengan ditunjukkannya melalui aktivitas bertanya,
menjelaskan, menanggapi, dan mengkritik.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah upaya peningkatan thinking
skill peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI
melalui diskusi.
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pengelolaan pembelajaran,
khususnya guru pendidikan agama Islam, yakni sebagai berikut : (1) Memiliki gambaran tentang pembelajaran pendidikan
agama Islam yang efektif. (2)
Memberikan kemudahan pada peserta didik dalam memahami pendidikan agama Islam.
METODE PENELITIAN
Objek Tindakan (a) tempat penelitian kelas ini dilakukan
di SMP Terpadu Ponorogo yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 61 B Ponorogo. Kelas yang diteliti adalah peserta didik kelas VII Beta dengan jumlah peserta
didik 26 peserta didik dengan rincian 12 putri dan 14 putra,
subyek penelitian adalah Guru
pendidikan agama Islam. (b) Waktu Penelitian; Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 dengan prosedur sebagai berikut : (1) Persiapan, (2) Pelaksanaan penelitian, (3) Penyusunan laporan penelitian meliputi : mengumpulkan data-data dan menilai hasil tes, menganalisis hasil penelitian, Menyusun laporan
penelitian. (c) Setting/ Lokasi/ Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SMP
Terpadu Ponorogo yang
terletak di Jl. Ir. H. Juada
No. 61 B Ponorogo, kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dengan jumlah peserta didik 26 peserta didik dengan
rincian 12 putri dan 14 putra, mata pelajaran PAI
(Pendidikan Agama Islam) dengan pokok pembahasan Meningkatkan keimanan kepada Allah Swt
melalui pemahaman sifat-sifat-Nya pada semester 1 tahun pelajaran 2015/ 2016.
Teknik Pengumpulan Data, berikut ini adalah teknik pengumpulan data
pada penelitian tindakan kelas ini : (a) Tes dengan soal bentuk esai dan pilihan ganda yang dilakukan
sesudah pelaksanaan diskusi,
(b) Observasi yang dilakukan
bersamaan dengan implementasi pelaksanaan. Bagaimana sikap dan respon peserta
didik terhadap diskusi, mereka bertanya atau mengeluarkan pendapat atau tidak.
Kemudian ia kalau sudah ada interaksi dengan temannya, paling tidak sudah
memiliki rasa kepahaman terhadap materi yang didiskusikan, (c) Catatan lapangan, yang berisi tentang hal-hal yang terjadi selama
berlangsungnya pembelajaran diskusi yang berinteraksi antara peserta didik dan peserta
didik serta guru dan peserta didik yang terekam dalam lembar observasi.
Teknik Analisis Data, data hasil observasi pembelajaran di
analisis kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman peneliti. Sedangkan hasil belajar peserta didik (evaluasi)
dianalisis berdasarkan ketentuan belajar peserta didik. Setelah data terkumpul
dari hasil pengumpulan data, perlu segera dikerjakan oleh peneliti. Khususnya mengolah data (analisis data)[2].
LANDASAN TEORI
Ada banyak persoalan yang dihadapi guru
pada waktu ia berdiri didepan kelas . berbagai solusi atau cara penyelesaian
masalah juga sudah banyak dibahas dalam berbagai telaah penelitian akademik,
baik dalam laporan penelitian berbentuk artikel atau pada jenjang skripsi, dan
tesis. Akan tetapi, guru tidak dapat memahaminya, apalagi mengaplikasikannya
dalam pembelajaran sehari-hari, terutama karena berbagai kendala.
Maka untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru
dapat mengunakan penelitian tindakan kelas. Pengertian penelitian tindakan
kelas, untuk mengidentifikasi penelitian kelas, adalah penelitian yang
mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu
tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang
untuk memahami apa yang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan
dan perubahan (Hopkins, 1993:44)[3].
Penelitian Tindakan Kelas pertamakali
diperkenalkan oleh ahli psikologi social Amerika yang bernama Kurt Lewin pada
tahun 1946. inti dari gagasan Kurt Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan
ahli-ahli lain seperti Sthepen Kemmis, Robin MC. Taggart, John Elliot, Dave
Ebbutt dan sebagainya. Di Indonesi sendiri PTK baru dikenalkan pada akhir
decade 80-an.
Kemmis (1983) menjelaskan bahwa penelitian
tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan
mengenai situasi social tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan
rasionalitas dan keadilan dari : a) kegiatan praktek social atau praktek
pendidikan mereka, b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek
pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek
ini[4].
Rapoport (1970, dalam Hopkins, 1993)
mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi
secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu
pencapaian tujuan ilmu social dengan kerjasama dalam kerangka etika yang
disepakati bersama[5].
Secara ringkas penelitian tindakan kelas
menurut Rochiati Wiriaatmadja adalah bagaimana sekelompok guru dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman
mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu agasan perbaikan dalam praktek
pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu[6]
Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik sebagaimana berikut : (a) masalah berawal dari guru, (b) tujuan memperbaiki
pembelajaran, (c) metode utama adalah dari refleksi dengan
tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian, (d) fokus penelitian
berupa kegiatan pembelajaran, dan (e) guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti[7].
Penelitian tindakan kelas digambar dalam suatu proses yang dinamis meliputi
aspek perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang merupakan langkah
berurutan dalam salah satu siklus berikutnya. Akar pelaksanaan tindakan
penelitian kelas digambarkan dalam bentuk spiral tindakan yang digambarkan oleh
Kemmis dan Taggart (dalam Kasbolah, 1999): (Gambar 1)
|
gambar:1
![]() |
|||
![]() |
Alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian
tindakan kelas model Kemmis dan Taggart (Kasbolah, 1999)

PTK penting bagi guru dengan alasan sebagai berikut : (1) PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika
pembelajaran dikelasnya, (2) PTK dapat meningkatkan kinerja guru, (3) Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui
sautu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya[8].
Ada 5 model PTK yang dapat diterapkan dalam penelitian tindakan kelas
diantaranya adalah : (a) Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis, (b) Revisi model Lewin menurut Elliott, (c) Model spiral dari Kemmis dan Kagart (1988)., (d) Model Ebbutt (hopkins, 1993: 52), (e) Model Mc Kernan (dengan modifikasi dari hopkins,
1993:53)[9].
Obyek PTK diantaranya;
(a) Unsur peserta didik,
dapat dicermati obyeknya ketika peserta didik asyik mengikuti proses
pembelajaran di kelas / lab/ lapangan/ basket, ketika sedang mengikuti kerja
bakti diluar sekolah, (b) Unsur guru, dapat dicermati ketika guru
sedang membimbing peserta didik-siswi yang sedang berdarma wisata, atau ketika
guru sedang mengadakan kunjungan kerumah, (c) Unsur materi
pelajaran, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar atau sebagai bahan yang
ditugaskan kepada peserta didik. (d) Unsur peralatan atau sarana pendidikan, dapat dicermati ketika guru
sedang mengajar. Dengan tujuan meningkatkan mutu hasil belajar, yang dapat
diamati guru, peserta didik atau keduanya. (e) Unsur hasil belajar, yang ditinjau dari tiga yang dijadikan titik tuju yang
harus dicapai melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapain. (f) Unsur lingkungan, baik lingkungan peserta didik
maupun kelas, sekolah amupun melingkupi peserta didik dirumahnya. (g) Unsur pengelolaan, yang jelas-jelas merupakan gerak kegiatan sehingga mudah
diatur dalam kenyataan dalam bentuk tindakan[10].
Metode pembelajaran diskusi atau musyawarah adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk
mengambil kesimpulan. Dalam metode ini menampilkan kegiatan menanyakan, memberi
komentar, saran serta jawaban dalam kelompok atau kelas[11].
Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh
seorang guru di sekolah. Dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau
lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi,
memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif
sebagai pendengar saja[12].
Metode diskusi ialah mempelajari sesuatu bahan atau menyampaikan dengan jalan
mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan perubahan tingkah laku dan
pengertian dari murid-murid. Ditinjau dari segi pelaksanaanya metode diskusi
dapat dibedakan antara diskusi kelas dan diskusi kelompok. Pada diskusi kelas,
gurulah yang memimpinnya. Dengan melontarkan bahan pokok bahasan kepada semua
murid. Pada diskusi kelompok, pimpinan diserahkan kepada murid-murid yang
dianggap mampu untuk tugas itu. Pokok bahasan didiskusikan dalam kelompok
masing-masing yang pada tahap terakhir didiskusikan pada tingkat diskusi kelas.
Dalam diskusi, tugas guru atau murid yang memimpin diskusi adalah sebagai
pengatur lalulintas, artinya semua saran, pendapat argumentasi yang dilontarkan
peserta diskusi haruslah melalui pimpinan diskusi karena itu pemimpin diskusi
dapat diibaratkan sebagai dinding penangkis yang menerima dan melontarkan
kembali pertanyaan-pertanyaan dari dan ketengah diskusi.
Seperti halnya metode-metode terdahulu metode diskusi ini mempunyai pula
kebaikan dan kelemahan antara lain; (a) Merangsang
murid-murid mengemukakan pendapat secara teratur serta memupuk kerjasama didalam
memecahkan suatu masalah, (b)
Kesimpulan dan hasil terakhir yang dicapai lebih, relevan
merupakan hasil pemikiran bersama (konsesus), (c) Merangsang murid-murid mengahargai pendapat orang lain yang dianggap lebih
mendekati kebenaran. (d) Suasana kelas lebih hidup karena semua
murid diharapkan ikut mengambil bagian dalam diskusi.
Adapun segi kekurangannya pada metode
diskusi ini tampak pada; (a) Memerlukan
banyak waktu, (b) Hasil yang
akan dicapai sulit diduga dan dirumuskan secara tepat, (c) Kemungkinan anak yang mengikuti
proses jalannya diskusi, kesempatan baginya untuk melepaskan diri dari tanggung
jawab[13].
Pertanyaan yang digunakan untuk merangsang
diskusi kelas dapat direncanakan atau ditetapkan secara spontan saat proses
pembelajaran berlangsung. Tujuan diskusi kelas adalah untuk pendalaman,
pengembangan konsep atau pengetahuan, sekaligus melatih keberanian partisipan
mengemukakan pendapat. Masalah dalam diskusi salah satu masalah yang serius
dihadapi instruktur adalah ketidak merataan partisipasi. Didalam kelas biasanya
ada partisipan yang sangat aktif merespon pertanyaan instruktur. Sebaliknya,
ada yang diam tak pernah berpartisispasi. Tingkat partisipasi memang belum
tentu berhubungan secara linier dengan tingkat pengembangan pengetahuan baru
sebab ada partisipan yang sangat aktif berbicara, tetapi kurang banyak belajar
dari seluruh proses pembicaraan, sebaliknya ada partisipan yang hanya
mendengarkan dan mencatat, tetapi ia lebih banyak belajar dari
pendapat-pendapat yang berkembang dalam diskusi.
Terkait dengan gaya belajar; berasumsi
bahwa variasi tingkah laku belajar itu terkait dengan gaya belajar partisipan,
maka instruktur harus menerima keadaan. Namun ia juga harus mengevaluasi apakah
yang diam itu belajar, dengan cara sekali-kali mengajukan pertanyaan evaliatif
kepada partisipan pendiam antara lain berupa pertanyaan : kalau menurut
pendapat anda, bagaimana? Atau : apa anda setuju dengan pendapat itu ? kalau
setuju atau tidak setuju, mengapa ?
Kalau jawaban-jawaban benar, dapat
ditafsirkan mereka itu sesungguhnya mengikuti seluruh proses pembelajaran yang
sedang berlangsung dikelas. Manfaat pertanyaan evaluatif : pertanyaan evaluatif untuk partisipan pendiam
diperkirakan memberikan dampak positif yaitu dalam kenyataan mereka lalu
menjadi aktif berpartisipasi berkat rangsangan pertanyaan dari instruktur.akan
tetapi dilihat dari segi yang lain, jawaban benar terhadap pertanyaan evaluatif
mungkin dapat merangsang para pendiam itu untuk turut berpartisipasi secara
aktif menjawab pertanyaan, yang bukan pertanyaay rangsangan dari instruktur.[14]
Begitu juga dijelaskan dalam artikelnya
Suparlan bahwa Metode diskusi mendorong peserta didik untuk berdialog dan
bertukar pendapat, dengan tujuan agar peserta didik dapat terdorong untuk
berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu keras,
namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama. Diskusi dapat
dilaksanakan dalam dua bentuk. Pertama, diskusi kelompok kecil (small group
discussion) dengan kegiatan kelompok kecil. Kedua, diskusi kelas, yang
melibatkan semua peserta didik di dalam kelas, baik dipimpin langsung oleh
gurunya atau dilaksanakan oleh seorang atau beberapa pemimpin diskusi yang
dipilih langsung oleh peserta didik[15].
Diskusi memiliki arti yang penting dalam
mengembangkan pemahaman. Hal ini disebabkan diskusi membawa peserta didik
menggunakan konsep mereka pelajari serta mengubahnya menjadi bentuk ekspresi
yang cukup menyenangkan bagi peserta didik. Kegiatan diskusi yang menyenangkan
dapat terpenuhi dengan (a) Pengelompokan arti istilah dan pernyataan, (b) Mengadakan
pemahaman bersama dalam suatu kelompok, (c) Berbagi pengetahuan dan pengalaman,
(d) Membantu peserta didik memahami informasi baru, (e) mengidentifikasi berbagai
opini dan pandangan, dan (f) Bekerja sama dalam pemecahan masalah.[16]
Begitu Metode diskusi adalah suatu cara
mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok
pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk
mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama. Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih
cocok dan diperlukan apabila guru hendak; (a) memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada
pada peserta didik, (b) memberi kesempatan pada peserta didik
untuk mengeluarkan kemampuannya, (c) mendapatkan balikan
dari peserta didik apakah tujuan telah tercapai, (d) membantu peserta didik belajar berpikir secara kritis, (e) membantu peserta didik
belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman, (f) membantu peserta didik menyadari dan mampu
merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran sekolah. (g) mengembangkan motivasi untuk belaja rlebih lanjut.
Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut: (a) guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan
didiskusikan atau guru meminta kepada peserta didik untuk mengemukakan suatu
pokok atau problem yang akan didiskusikan. (b) guru menjelaskan tujuan diskusi. (c) guru memberikan ceramah dengan
diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan, (d) guru mengatur giliran pembicara agar
tidak semua peserta didik serentak berbicara mengeluarkan pendapat. (e) menjaga suasana kelas dan
mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang
dikemukakan, (f) mengatur giliran
berbicara agar jangan peserta didik yang berani dan berambisi menonjolkan diri
saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya, (g) mengatur agar sifat dan isi pembicaraan
tidak menyimpang dari pokok/problem,
(h) mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi
yang memungkinkan peserta didik tidak menyadari pendapat yang salah, (i) selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara peserta
didik dengan peserta didik,
(j) bukan lagi menjadi
pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan.
Kegiatan peserta didik dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut; (a) menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh
guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas, (b) ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data
dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan
jawaban pemecahan problem yang diajukan, (c) mengemukakan pendapat
baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama
teman sebangku atau sekelompok, (d) mendengar tanggapan
reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan, (e) mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami
pendapat yang dikemukakan oleh peserta didik atau kelompok lain, (f) menghormati pendapat teman-teman atau kelompok
lainnya walau berbeda pendapat, (g) mencatat sendiri
pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun
bertentangan, (h) menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam
bahasa yang baik dan tepat,
(i) ikut menjaga dan
memelihara ketertiban diskusi, (j) tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha
mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang.
Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut: (a) Mendidik peserta didik untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat, (b) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data, (c) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati pembaharuan suatu
problem bersama-sama, (d) melatih peserta didik untuk berdiskusi di
bawah asuhan guru, (e) merangsang peserta didik untuk ikut
mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat
teman-temannya, (f) membina suatu perasaan tanggung jawab
mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah
diambil, (g) mengembangkan rasa solidaritas/toleransi
terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali, (h) membina peserta didik untuk berpikir matang-matang
sebelum berbicara, (i) berdiskusi bukan hanya menuntut
pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan
berbicara secara sistematis dan logis, (j) dengan mendengarkan
semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan peserta
didik mengenai suatu problem akan bertambah luas.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut: (a) tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang
bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan, (b) diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu, (c) sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi, (d) biasanya tidak semua peserta didik berani
menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu peserta didik
mengemukakan pendapat, (e) pembicaraan dalam diskusi mungkin
didominasi oleh peserta didik yang berani dan telah biasa berbicara. Peserta
didik pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara, (f) memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar
kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu
daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih
rendah, remeh atau lebih bodoh.
Pendidikan Agama Islam di SMP adalah upaya sadar dan
terencana dalam penyiapan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati
serta mengimani, bertaqwa dan berakhlaq milia dalam mengamalkan ajaran agama
Islam yang sumber utamanya dari al Qur’an dan hadis melalui kegiatan bimbingan/
pengajaran, latihan, serta pengunaan pengalaman di barengi tuntutan untuk
menghormati pemeluk agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan ummat
beragama dalam hidup bermasyarakat hingga terwujud persatuan dan kesatuan
bangsa.
Fungsi Pendidikan Agama Islam di sekolah umum adalah untuk ; 1). pengembangan,
2). penanaman nilai, 3). penyesuaian mental, 4). perbaikan, 5). pencegahan, 6).
pengajaran, 7). penyaluran[17].
Kurikulum PAI di SMP mencakup lima unsur pokok pelajaran
sebagaimana yaitu al Qur’an, keimanan, akhlaq, fiqh, dan tarikh. Kelima unsur
ini tercakup dalam satu mata pelajaran yaitu PAI, yang mencakup standar kompetensi, dan
kompetensi dasar[18]. Maka tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,
pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaanya, berbangsa
dan bernegara serta untuk dapat melanjutkan peda jenjang pendidikan yang lebih
tinggi[19].
Kecakapan berpikir (thinking skill) pada dasarnya merupakan
kecakapan menggunakan pikiran/rasio kita secara optimal. Kecakapan berpikir
mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi ( information
searching ),kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara
cerdas(information processing and decision making skills ), serta
kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif ( creative problem
solving skill ).
Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan kecakapan dasar,
yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. Oleh karena itu, anak
belajar membaca bukan sekedar “membunyikan
huruf dan kalimat”, tetapi mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat
mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut.
Peserta didik yang berlajar berhitung, hendaknya bukan
sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi
mengartikan apa informasi yang
diperoleh dari kalkulasi itu. Oleh karena itu kontekstualisasi Matematika atau
mata pelajaran lainnya menjadi sangat penting, agar peserta didik mengerti
makna dari apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sebagai suatu
informasi.
Kecakapan melakukan observasi sangat penting
dalam upaya menggali informasi. Observasi dapat dilakukan melalui pengamatan
fenomena alam lingkungan, melalui berbagai kejadian sehari-hari, peristiwa yang
teramati langsung maupun dari berbagai media cetak dan
elektronik, termasuk internet. Seringkali kita melihat banyak hal, tetapi apa
yang kita lihat tidak menjadi informasi yang bermakna, karena kita sekedar
melihat dan tidak memaknai apa yang kita lihat. Melihat dengan cermat dan
memaknai apa yang dilihat itulah yang disebut observasi. Kata-kata bijak:
“siapa yang menguasai informasi akan memenangkan suatu kompetisi” perlu
dikembangkan dalam pendidikan.
Agar informasi yang terkumpul lebih bermakna harus
diolah. Hasil olahan itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, kecakapan berpikir tahap
berikutnya adalah kecakapan mengolah informasi. Mengolah
informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi simpulan. Sebagai
contoh, jika kita memiliki banyak informasi tentang harga buku yang sedang kita
cari, kita harus mengolahnya menjadi simpulan buku di toko mana yang paling
murah, yang mutunya paling baik, yang mudah dicapai dari tempat tinggal, dan
sebagainya.
Untuk dapat mengolah suatu informasi diperlukan kemampuan
membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi, sampai membuat
analisis sesuai dengan informasi yang
diolah maupun tingkatan simpulan yang diharapkan. Oleh karena itu
kemampuan-kemampuan tersebut penting untuk dikembangkan melalui mata pelajaran
yang sesuai. Melalui mata pelajaran Biologi, peserta didik dapat mengolah
informasi tentang buah-buahan, sehingga peserta didik dapat menyimpulkan buah
apa yang kandungan vitaminnya banyak, harganya relatif murah dan mudah didapat.
Dengan prinsip serupa, mata pelajaran lainnya juga dapat mengembangkan
kecakapan mengolah informasi.
Jika informasi telah diolah menjadi suatu simpulan, maka
tahap berikutnya orang harus mengambil keputusan berdasarkan
simpulan-simpulan tersebut. Fakta menunjukkan seringkali orang takut mengambil
keputusan karena takut menghadapi risiko yang muncul, pada hal informasi untuk
dasar pengambilan keputusan telah tersedia.
Dalam kehidupan sehari-hari, betapapun kecilnya, kita
selalu dituntut untuk mengambil keputusan. Misalnya peserta didik harus
mengambil keputusan untuk membeli buku atau memfotocopi buku teman. Ibu rumah
tangga harus mengambil keputusan memasak apa untuk hari minggu. Ketika
seseorang menjadi pimpinan, baik organisasi formal maupun tidak formal, maka
salah satu tugas pokoknya adalah membuat keputusan. Oleh karena itu, peserta
didik perlu belajar mengambil keputusan dan belajar mengelola risiko, melalui
simpulan-simpulan analisis informasi.
Sebagaimana disebutkan di bagian pendahuluan, setiap saat
orang menghadapi masalah yang harus dipecahkan . Pemecahan
masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan telah diolah dan
dipadukan dengan hal-hal lain yang terkait. Pemecahan masalah memerlukan kreativitas
dan kearifan. Kreativitas untuk menemukan pemecahkan yang efektif
dan efisien, sedangkan kearifan diperlukan karena pemecahkan harus selalu
memperhatikan kepentingan berbagai pihak dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena
itu sejak dini, peserta didik perlu belajar memecahkan masalah, sesuai dengan
tingkat berpikirnya.
Untuk memecahkan masalah memang dituntut kemampuan berpikir rasional,
berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir sistem, berpikir lateral dan
sebagainya. Oleh karena itu, pola berpikir tersebut perlu dikembangkan di
sekolah dan kemudian diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah. Model
pembelajaran pemecahan masalah (problem based
instruction) dapat diterapkan untuk maksud tersebut.
Penulis berusaha untuk mencari hasil kajian penelitian tindakan kelas yang
berkaitan atau sama persoalannya dengan penulis teliti, akan tetapi hasilnya
belum ditemukan, karena keterbatasan penulis dalam melakukan pencarian.
HASILAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo dengan jumlah peserta didik 26 orang dengan rincian 14 putra dan 12 putri, dengan ruang kelas yang sesuai dengan ukuran standart
layanan minimal dengan lantai bagus. Sekolah SMP Terpadu Ponorogo ini memang terletak jauh dari hiruk pikuk
keramain perkotaan, karena suasana lingkungan dekat dengan areal persawahan
sehingga udara sejuk, tidak begitu menyengat panasnya matahari karena
disekililing sekolah banyak pepohonan serta tidak banyak suara kendaraan
bermontar karena letak sekolah menjorok kedalam. Letak sekolah ini memang
seakan-akan sudah diprediksikan agar dalam pembelajaran peserta didik tidak
terganggu dengan persoalan lingkungan.
Masuk pada kelas maka suasana yang terlihat
sudah berbeda lagi, jelas sekali; memang kelas ini adalah tempat belajar yang
utama selain tempat-tempat yang lain, semisal laboratorium computer, lab IPA,
dan taman ataupun lingkungan yang digunakan untuk pembelajaran diluar kelas
atau dengan disebut outdoor. Kelas VII Beta memang memiliki berbagai aksesoris yang fungsinya adalah
kenyamana dalam proses pembelajaran, disitu ada foto atau gambar presiden dan
wakil prisiden republik
Indonesia, dua papan tulis, 2 meja dan
satu kursi guru, penggaris, jadwal pelajaran, jadwal piket, gambar- gambar
organ tubuh manusia, semboyan kelas, jam dinding, kaligrafi, rumus-rumus
matematika, dan tempat duduk peserta didik berserta mejanya.
Proses pelaksanaan tindakan penelitian
kelas melalui 4 (empat) tahap (dalam tiga siklus) yang dimulai dari : Rencana
tidakan, meliputi penetapan materi PAI dan penetapan alokasi waktu ( bulan Oktober 2015). (a) pelaksanaan tindakan, mencakup seluruh proses kegiatan belajar
mengajar. (b) pelaksanaan observasi,
dilaksanakan bersamaan proses pembelajaran, meliputi aktivitaspeserta didik,
pengembangan materi, dan hasil belajar peserta didik. (c) refleksi kegiatan pembelajaran
dianalisis sekaligus menyusun rebcana perbaikan pada siklus berikutnya.
Proses yang dilakukan dalam PTK dengan alur
atau tahapan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yaitu sebagai
berikut :
Table I
Siklus Pertama
Perencanaan
|
Tindakan
|
Observasi
|
Refleksi
|
o Menyusun RPP.
o Menyiapkan lembar observasi.
o Menyiapkan blanko observasi.
|
o Menjelaskan KBM secara umum.
o Memberikan informasi berkaitan
dengan materi secara umum.
o Membentuk kelompok diskusi.
o Melakukan diskusi kelas.
o Memberikan
kesimpulan individu dan kelompok tertulis.
|
o Pengamatan
terhadap prilaku peserta didik dalam proses
pembelajaran.
|
o Mencatat hasil observasi.
o Mengevaluasi hasil evaluasi.
o Menganalisis hasil pembelajaran.
o Memperbaiki kelemahan untuk siklus
selanjutnya.
|
Table II
Siklus Kedua
Perencanaan
|
Tindakan
|
Observasi
|
Refleksi
|
o Menyusun RPP.
o Menyiapkan lembar observasi.
o Menyiapkan blanko observasi.
|
o
Pembagian materi diskusi, penunjukkan juru
bicara untuk mewakili menyampaikan materi pada kelompok dan memulai diskusi. (small grup)
o
Salah
satu peserta didik maju untuk mewakili kelompok sesuai
dengan bagian materi.
o
Klarifikasi
dan tanya jawab.
|
o
Mengamati
prilaku peserta didik terhadap metode pembelajaran yang
digunakan.
o
Mengamati
keaktifan tiap-tiap peserta
didik dalam diskusi
kelompoknya
o Memantau
jalannya diskusi.
o Memahami
pemahaman masing-masing anak.
|
o Mencatat hasil observasi.
o Mengevaluasi hasil evaluasi.
o Menganalisis hasil pembelajaran.
o Memperbaiki kelemahan untuk siklus
selanjutnya.
|
Table III
Siklus Ketiga
Perencanaan
|
Tindakan
|
Observasi
|
Refleksi
|
o Menyusun RPP.
o Menyiapkan lembar observasi.
o Menyiapkan blanko observasi.
|
o Pembagian
materi yang berbeda pada setiap kelompok yang terdiri dari 4 kelompok untuk
memahami materi kemudian pengacakan pada tiap-tiap kelompok lain sesuai
dengan materi yang diperoleh setiap peserta didik.
o Klarifikasi dan Tanya jawab
|
o Mengamati
prilaku peserta didik
terhadap metode pembelajaran yang digunakan.
o Mengamati
keaktifan tiap-tiap peserta didik dalam diskusi kelompoknya.
o Memantau
jalannya diskusi.
o Memahami
pemahaman masing-masing anak.
|
o Mencatat hasil observasi.
o Mengevaluasi hasil evaluasi.
o Menganalisis hasil pembelajaran.
o Menyusun laporan.
|
Proses analisis data dilakukan dengan melihat perkembangan dan siklus ke siklus
berikutnya. Dari observasi yang dilakukan peneliti menemukan permasalahan yang
timbul dikelas VII Beta SMP
Terpadu Ponorogo, yaitu
permasalahan utama dalam kelas adalah ramai sehingga sulit untuk memperhatikan
pelajaran.
Permasalahan ramai dikelas tersebut membuat peserta didik sulit untuk
menerima materi yang dijelaskan oleh guru, fakta tersebut berdasar pada
observasi penulis pada kelas VII Beta SMP Terpadu
Ponorogo. Dengan melaksanakan observasi kemudia penulis mencoba untuk
menentukan metode apa yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada tersebut.
Thinking Skill ( kecakapan berfikir ) adalah upaya yang paling
tepat untuk meningkatkan keaktifan peserta didik untuk
berfikir dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam untuk mengatasi
keramain dalam kelas. Penyebab keramain kelas ini adalah sikap guyonan dalam
kelas, beramai sendiri dan berbuat ulah sesuatu untuk mencari perhatian teman,
bermain Hp, menjahili anak
putri.
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti dengan memeprhatikan
siklus I sampai siklus berikutnya, bahwa upaya peningkatan thinking skill peserta
didik, dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam dengan baik. Metode untuk mengatasi permasalahan yang
ada didalam kelas dapat berjalan dengan efektif. Ada peningkatan yang
signifikan dari siklus I sampai siklus berikutnya.
Siklus I
Jumlah peserta
didik yang mengikuti proses pembelajaran adalah 35 peserta didik.
Kognitif =
10 x 100 % = 28,58
%
35
Afektif =
5 x 100 % = 14,29 %
35
Psikomotorik = 5 x
100 % = 14,29 %
35
Siklus II
Jumlah peserta didik yang ikut dalam
proses pembelajaran adalah 35 peserta didik.
Kognitif =
13 x 100 % = 37,15
%
35
Afektif =
6 x 100 % = 17,15%
35
Psikomotorik = 7 x
100 % = 20 %
35
Siklus III
Jumlah peserta didik yang ikut dalam kegiatan proses pembelajaran
adalah 35 peserta didik.
Kognitif =
16 x 100 % = 45,72
%
35
Afektif =
7 x 100 % = 20 %
35
Psikomotorik = 8 x
100 % = 22,86 %
35
Table IV
Profil kelas dari siklus ke siklus
Kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo
Kecakapan/kemampuan
|
Siklus
|
% (persen)
|
Pemahaman peserta didik
|
I
|
28,58 %
|
II
|
37,15 %
|
|
III
|
45,72 %
|
|
Aktivitas pembelajaran
|
I
|
14,29 %
|
II
|
17,15 %
|
|
III
|
20 %
|
|
Ketrampilan diskusi
|
I
|
14,29 %
|
II
|
20 %
|
|
III
|
22,86 %
|
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pemahaman peserta didik dalam proses pembelajaran. Factor yang
menjadi kendala dalam proses pembelajaran yaitu ramai sudah berkurang dengan
mengunakan metode diskusi. Secara
keseluruhan hasil penelitian menunjukkan adaya peningkatan kemampuan ataupun
kecakapan peserta didik dalam
tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik. Hasil-hasil
pembahasan terhadap permasalahan pemilihan maupun hipotesis tindakan
berdasarkan analisis data kualitatif hasil penelitian dan profil kelas
tersebut, adalah sebagai berikut :
Permasalahan I
|
:
|
Apakah pembelajaran dengan metode diskusi dapat
meningkatkan pemahaman peserta
didik kelas VII Beta SMP
Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI?
|
Pembahasan dan
Kesimpulan
|
:
|
Peneliti melakukan observasi dan penjajakan awal selama
proses berlangsungnya pembelajaran, dan ternyata pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo sangat
meningkat dengan mengunakan metode diskusi. Semua itu karena anak-anak sudah
memiliki semangat baru untuk belajar bersama.
|
Permasalahan II
|
:
|
Bagaimana aktivitas peserta didik kelas VII
Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam pembelajaran PAI melalui diskusi?
|
Pembahasan dan
Kesimpulan
|
:
|
Selama peneliti berbaur dalam proses pembelajaran dan
melakuakan observasi serta pencatatan, maka ada beberapa aktivitas peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo yang
mereka lakukan selama proses diskusi berlangsung yaitu mendengarkan
penjelasan dari teman, bertanya, menanggapi, dan mengkritik serta menghargai
pendapat temannya dan seakan-akan memang pendapatnya belum paling benar.
|
Permasalahan III
|
:
|
Sejauh manakah kemampuan peserta didik kelas VII
Beta SMP Terpadu Ponorogo dalam mengolah informasi pada pembelajaran
PAI ?
|
Pembahasan dan
Kesimpulan
|
:
|
Pengamatan peneliti ketika dalam proses diskusi peserta
didik sudah bisa memperlihatkan kemampuannya dalam mengolah informasi. Peneliti
membenarkan jika memang peserta didik sudah cakap dalam mengolah informasi,
maka yang muncul pada diri peserta
didik adalah dengan ditunjukkannya melalui aktivitas bertanya,
menjelaskan, menanggapi, dan mengkritik. Dengan menunjukkan seperti itu maka pesert didik bisa memecahkan
persoalan yang ada dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
|
Grafik 01
Grafik hasil penelitian kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo
Jumlah peserta didik
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
35
30
25
20
![]() |
15

![]() |
5

I II III
KETERANGAN :
---------------------- :
Pemahaman peserta didik


Kesimpulan
Hasil dari penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulan,
yaitu ; (1) Peneliti melakukan observasi dan penjajakan awal
selama proses berlangsungnya pembelajaran, dan ternyata pemahaman peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo
sangat meningkat dengan mengunakan metode diskusi. Semua itu karena anak-anak
sudah memiliki semangat baru untuk belajar bersama, (2) Selama peneliti berbaur dalam proses pembelajaran dan melakuakan observasi
serta pencatatan, maka ada beberapa aktivitas peserta didik kelas VII Beta SMP Terpadu Ponorogo
yang mereka lakukan selama proses diskusi berlangsung yaitu mendengarkan
penjelasan dari teman, bertanya, menanggapi, dan mengkritik serta menghargai
pendapat temannya dan seakan-akan memang pendapatnya belum paling benar, (3) Pengamatan peneliti ketika dalam proses diskusi peserta didik sudah bisa memperlihatkan kemampuannya dalam mengolah informasi. Peneliti
membenarkan jika memang peserta
didik sudah cakap dalam
mengolah informasi, maka yang muncul pada diri peserta didik adalah dengan ditunjukkannya melalui aktivitas
bertanya, menjelaskan, menanggapi, dan mengkritik. Dengan menunjukkan seperti
itu maka peserta didik bisa memecahkan persoalan yang ada dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Saran
Setiap lingkungan tertentu memiliki cara tersendiri untuk
memajukan proses pembelajaran, waktu terus berputar dan masa akan terus
berganti, maka seorang peserta didik
akan mengalami perubahan juga dalam berbagai aspek perkembangannya,
dengan demikian seorang guru hendaknya terus berpacu untuk membuat proses
belajar yang membelajarkan. Metode diskusi adalah salah satu cara yang
digunakan dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai kecakapan berfikir.
Metode itu banyak sekali, akan tetapi guru dan peserta didik_lah yang akan bisa mengukur semua keberhasilan itu.
Maka gunakanlah metode yang bisa memahamkan peserta didik dalam proses
belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Widya,
2006.
Burhan, Bungin
(ed). Metodologi Penelitian Kualitatif Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004
Dja’far, Zainuddin Drs., Dikdaktik
Motodik. Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah. Cet 2. 1995.
Majid, Abdul. Andayani, Dian. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
: Konsep dan Implikas Kurikulum 2004. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004.
Mundikarto, Rustam. Penelitian
Tindakan Kelas. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan
Ketenagaan Perguruaan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2004.
Mujiman, Haris Prof. Dr.,
MA, Ph.D., Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. Yogyakarta: PT. Pustaka
Pelajar. Cet ke 2. 2007.
N.K., Roestiyah Dra. Strategi Belajar
Mengajar, salah satu unsur pelaksanaan strategi belajar mengajar : teknik
penyajian Jakarta : Renika Cipta, 2003.
Shalahuddin, Mahfudh Drs. dkk., Metodologi
Pendidikan Islam Surabaya: PT Bina Ilmu. 1987.
Slameto. Belajar Dan
Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Renika Cipta. Cet IV. 2003
Wiriaatmadja, Rochiati. Metode Penelitian Tindakan Kelas, Untuk
Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005.
[1] Slameto. Belajar Dan Factor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. (Jakarta: PT. Renika Cipta. Cet IV. 2003) hal. 54-72).
[2]
Burhan Bungin (ed). Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004). Hal. 102.
[3] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian
Tindakan Kelas, Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2005) hal., 12.
[4]
Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 12
[5] Rochiati Wiriaatmadja,
Metode Penelitian Tindakan Kelas….. hal 12.
[6]
Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 13.
[7] Rustam Mundikarto. Penelitian
Tindakan Kelas (Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan
Ketenagaan Perguruaan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2004)
[8]
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas (Bandung : Yrama Widya, 2006)
hal., 127-128.
[9]
Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas….., hal., 61-71.
[10] Zainal Aqib, Penelitian Tindakan
Kelas, hal., 27-29.
[11] Drs. Mahfudh Shalahuddin dkk., Metodologi
Pendidikan Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu. 1987) hal., 51.
[12] Dra. Roestiyah N.K., Strategi Belajar
Mengajar, salah satu unsur pelaksanaan strategi belajar mengajar : teknik
penyajian (Jakarta : Renika Cipta, 2003). 5.
[13] Drs. Zainuddin Dja’far, Dikdaktik Motodik.
(Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah. Cet 2. 1995).hal 29-31
[14] Prof. Dr. Haris Mujiman, MA, Ph.D.,Manajemen
Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar. Cet ke 2.
2007) 86-87.
[15]http://www.suparlan.com/v5/pages/posts/diskusi-metode-mengajar-untuk-mengasah-otak-bukan-otot-dan-untuk-mengembangkan-sikap-saling-menghormati-bukan-menang-sendiri98.php?p=15
[17] Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama
Islam Berbasis Kompetensi : Konsep dan Implikas Kurikulum 2004 ( Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004) 134-135.
[18] Abdul Majid, Dian
Andayani, Pendidikan Agama Islam…..154-157.
[19]
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam….. 135.
Komentar
Posting Komentar